I Made Selasa Jaya. (BP/Istimewa)

Oleh I Made Selasa Jaya

Bali seperti banyak daerah lain di Indonesia, menghadapi tantangan serius terkait air, termasuk defisit air. Ada beberapa faktor yang menyebabkan defisit air di Bali.

Salah satunya pertumbuhan populasi dan industri pari-
wisata yang pesat. Ini meningkatkan permintaan air
bersih. Dampaknya tekanan tambahan pada sumber daya air hingga pengambilan air bawah tanah yang kurang terkendali. Pengendalian penambahan pembangunan fasilitas fisik kepariwisataan Bali sudah perlu ditinjau dengan baik, dan mulai menata pembangunan nonphisik sesuai kearifan lokal dalam pengelolaan daya guna air, jangan menunggu masyarakat Bali menangis memeras air mata karena tidak tersentuh air bersih.

Perubahan iklim dapat menyebabkan pola curah hujan yang tidak teratur dan meningkatkan risiko kekeringan, yang dapat memperburuk defisit air. Perubahan iklim
adalah fenomena global, namun hendaknya ada Bali inisiatif yang terencana, sistematis dan berbudaya dalam pencegahan perubahan iklim sekecil apapun itu untuk mengurangi kekurangan air dan banjir.

Baca juga:  Perempuan sebagai Ibu Bangsa

Kerusakan lingkungan, termasuk deforestasi dan degradasi lahan, dapat mengurangi kapasitas tanah untuk menyerap dan menyimpan air, sehingga memperparah defisit air hal ini bisa terjadi karena peng-
gunaan air tanah berlebih dan penebangan hutan di daerah hulu air.

Praktik pengelolaan sumber daya air yang buruk, seperti pencemaran air dan pemanfaatan yang tidak berkelanjutan, dapat menyebabkan penurunan kualitas
dan kuantitas air. Gerakan komunitas pen- cinta sungai di Bali hendaknya mendapatkan perhatian dan dorongan lebih serius pemerintah dan masyarakat sebagai wujud rasa cinta Bali. Untuk mengatasi defisit
air, beberapa langkah yang dapat diambil dengan mengembangkan infrastruktur pengelolaan air yang lebih efisien, merata adil dan proporsional, termasuk pengelolaan banjir dan penanggulangan kekeringan.

Karena di samping air memberi manfaat secara keragaan, kita berharap dapat memberi rasa damai.
Pemerintah sesuai kapasitas kelembagaan menyediakan informasi dampak pembangunan
pada air dan pedoman langkah langkah penyelamatan
air yang komprehensif dan berkelanjutan.

Baca juga:  Menghadapi Seleksi CPNS 2019

Mendorong praktik konservasi air, seperti penggunaan air hujan dan pengelolaan air limbah yang efisien
dengan cara yang memungkinkan dilakukan oleh masyarakat seperti pembuatan sumur biopori dan
persyaratan ketat pengolahan pemanfaatan air limbah industri.

Menggalakkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan air yang berkelanjutan dan
praktik penggunaan air yang bijaksana dan berbudaya. Pemerintah, akademisi dan masyarakat Bali perlu lebih meningkatkan kerja sama secara sistimatis untuk mengidentifikasi dan menerapkan solusi-solusi dan edukasi yang berkelanjutan untuk mengatasi defisit air dan melindungi sumber daya air untuk masa depan.

World water forum yang akan dilaksanakan di Bali merupakan momentum penting sebagai evaluasi tata kelola air di Bali, sekaligus sebagai trigger gerakan untuk mewujudkan budaya air untuk air itu sendiri, bukan hanya sebatas wacana bahwa air untuk perdamaian, air untuk perdamaian, untuk pariwisata dan sebagainya, namun air untuk air yang lebih baik.

Baca juga:  Kondisi Air Bawah Tanah di Bali

Bali punya konsep pembangunan regeneratif yang perlu dilestarikan kedepan, misal pertanian generatif mulai dari penyiapan lahan, pembibitan, dan seterusnya sampai panen, demikian paska panen petani mengembalikan lahan dengan ngelemek tanah sebelum proses pembibitan ulang, subak juga mengatur kedisiplinan pola tanam san bahkan dalam pembuatan bebanten yang harus menggunakan hasil lokal sebagai siklus atau eko sistim kehidupan sektor lainnya hingga muncul dan berkembang keterkaitan siklus kehidupan yangbindependen dan saling berkaitan satu dengan yang lain. Istilah “saling ngelengisan” (saling menghidupi), sangat relevan dengan konsep regenerasi yang berkelanjutan yang sedang berkembang saat ini.

Penulis, Praktisi Pariwisata

BAGIKAN