DENPASAR, BALIPOST.com – Pada Februari hingga Maret 2024, ratusan babi mati mendadak di Desa Ban, Kecamatan Kubu, Karangasem. Gejalanya hampir sama, yaitu babi tidak mau makan, badan panas, mencret, bengong tak beraktivitas seperti biasanya, sempat kejang, dan muncul bintik merah.
Untuk mengetahui penyebabnya, sampel babi yang mati tersebut pun dibawa ke laboratorium. Hasilnya, ditemukan satu sampel babi yang positif African Swine Fever (ASF).
“Sampel babi yang mati tersebut sudah kita kirim untuk dicek di lab dan satu positif ASF,” ujar Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, I Wayan Sunada saat ditemui seusai Rapat Paripurna ke-6 DPRD Provinsi Bali, Senin (1/4).
Untuk mengantisipasi agar virus ASF tidak menyebar ke babi lainnya, tekah dilakukan upaya antisipasi bersama peternak babi. Bahkan sudah dilakukan upaya tindakan berupa penyemprotan dengan menggunakan desinfektan secara massif untuk mencegah berkembangnya penyakit ASF.
Sunada mengungkapkan ASF kembali tiba-tiba menyerang babi ternak warga. Dan yang diserang merupakan babi dari peternak skala kecil. Babi-babi tersebut tidak mati secara bersamaan, namun ada yang berselang 2 hari setelah babi pertama mati, sehingga jika dihitung terdapat sekitar 115 ekor babi yang mati di Karangasem beberapa waktu lalu.
“Kita sudah cut agar tak masuk di kabupaten lain. Kita sudah telusuri tidak ada memang (di Kabupaten lain kasus ASF, red). Bukan laporan, tetapi kita sudah turun ke kabupaten mengecek di lapangan, hanya terjadi di Karangasem,” tandasnya.
Sunada juga membeberkan bagaimana cara pencegahan ASF agar tak sampai merembet ke babi ternak warga yang lain. Yakni, dengan pembersihan kandang dan sanitasi. “Begitu kena langsung lakukan pencegahan. Tahun 2020 kasus ditemukan ASF pertama ada di Bali. Dan hewan ternak yang terkena ASF hanya babi saja,” ungkapnya. (Ketut Winata/balipost)