Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir dalam acara Silaturahmi Ramadhan 1445 H dengan pimpinan redaksi dan wartawan di Kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Sabtu (6/4/2024). (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Penetapan Hari Raya Idul Fitri lebih awal dibandingkan dengan pemerintah diungkapkan oleh impinan Pusat (PP) Muhammadiyah.

“Maklumat Muhammadiyah ini normal terjadi dilakukan, karena kami menggunakan metode hisab hakiki wujudul hilal,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir melalui video di kanal YouTube Muhammadiyah Channel di Jakarta, dikutip dari Kantor Berita Antara, Minggu (7/4).

Haedar menegaskan, maklumat yang disampaikan oleh pihaknya lebih awal tidak bermaksud untuk mendahului dan meninggalkan pihak tertentu dalam penentuan Idul Fitri. “Ini hal yang lumrah terjadi setiap tahun, sebagaimana juga berbagai organisasi Islam itu mengeluarkan kalender, baik kalender hijriah yang berisi tanggal dalam hijriah yang ada irisan dengan ritual ibadah, atau mungkin juga kalender miladiyah (masehi) yang terkait dengan tanggal yang menyangkut kegiatan publik,” katanya.

Baca juga:  Terkait Status Tersangka Firli Bahuri, SYL Enggan Berkomentar

Bila terdapat kesamaan dan perbedaan dalam tanggal yang ditentukan kata Haedar, hal tersebut harus bisa menjadikan kaum Muslimin menjadi toleran, tasamuh (saling menghargai), dan tanawu (saling menghormati perbedaan cara dalam hal menjalankan ibadah). “Sehingga, pesan ini justru akan memperkuat niat kita dalam beribadah,” ucapnya.

Untuk menyelesaikan masalah perbedaan, kata Haedar, Muhammadiyah terus mendorong seluruh pihak dalam mewujudkan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT).

Baca juga:  Upacara Bhumi Sudha di Pura Pengubengan Besakih

Menurut dia, KHGT diharapkan tidak hanya berlaku untuk Indonesia saja, melainkan untuk umat Islam di seluruh dunia, sehingga perbedaan itu tidak terus berulang. “Satu kalender global itu seperti juga kalender miladiyah (masehi). Sehingga, tidak lagi ada perbedaan dan tidak lagi ada kegiatan yang bersifat membuat kita ikhtilaf atau berbeda dalam penentuan,” tutur Haedar Nashir. (kmb/balipost)

 

BAGIKAN