Suantara sedang melayani pembeli di Suditara Jewellery, Badung. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pandemi COVID-19 merupakan tantangan berat bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Hal ini juga dirasakan Suditara Jewellry yang menjual perhiasan emas dan berlian dengan mayoritas motif sesuai keinginan konsumennya.

Pemilik Suditara Jewellry, Wayan Suantara, Senin (15/4) menceritakan perjalanan bisnis perhiasannya yang berlokasi di Jalan Pusat Pemerintah (Puspem) Badung No. 51, Badung, mampu melewati pandemi COVID-19.

Ia mengakui eksistensinya bertahan di tengah pandemi COVID-19 tak lepas dari bantuan kredit yang diberikan BRI.

“Saat pandemi COVID-19 melanda, kami diberikan kebijakan restrukturisasi oleh BRI. Saat ini kebijakan restrukturisasi itu sudah selesai seiring berakhirnya pandemi,” ujar Suantara yang sebelum memutuskan buka usaha perhiasan bekerja di agen perjalanan wisata itu.

Dituturkan suami Komang Sudiati ini, dirinya pertama kali memperoleh kredit dari BRI pada 2004 silam atau 20 tahun lalu dari BRI Unit Kintamani. “Karena saya berasal dari Kintamani, pertama kali memperoleh kredit itu dari BRI Kintamani,” sebutnya.

Perhiasan yang dijual di Suditara Jewellry. (BP/Istimewa)

 

Dirinya meminjam kredit untuk modal usaha karena melihat potensi usaha ini. Sebab, awalnya sang istri lah yang menjual perhiasan dari pintu ke pintu dengan menyasar instansi pemerintahan. “Awalnya istri saya yang jualan door to door ke instansi pemerintahan, koperasi-koperasi dan organisasi yang ada di Badung sampai ke Singaraja, istilahnya ngacung lah. Lama kelamaan istri saya kewalahan, saya juga jenuh 9 tahun kerja di pariwisata, sehingga memutuskan membantu istri mengembangkan usaha ini,” tuturnya.

Baca juga:  Triwulan I 2017, Positif Kanker Serviks Dites IVA Capai 193 Wanita

Dengan kredit itu, ia membuat produk perhiasan untuk memenuhi pesanan. Begitu produk jadi, ia memutar kembali modalnya untuk membuat produk yang lain.

Sebab, dalam bisnis perhiasan, diperlukan modal uang yang tak sedikit untuk membeli bahan baku, seperti emas dan berlian.

Seiring perkembangan usahanya, ia pun tetap menjadi nasabah BRI. Hingga kini, pria yang memiliki tiga putri ini mengaku masih setia menjadi debitur BRI untuk menjalankan usahanya.

Omzet penjualannya sebelum pandemi COVID-19 melanda bisa mencapai Rp 1 miliar sebulan. Namun di tengah pandemi, ia mengakui ada penurunan drastis seiring menurunnya daya beli masyarakat. Omzetnya turun hingga 50 persen.

Meski demikian ia tetap menjalankan usahanya karena harus menghidupi karyawan dan perajin yang selama ini memproduksi perhiasan custom yang dipasarkannya. Hal itu juga tidak terlepas dari keringanan bunga kredit yang diberikan Bank BRI dari 12 persen menjadi 7,5 persen per tahun di tengah pandemi.

Tak seperti usaha perhiasan lainnya yang menjual produk massal, Suditara Jewellery memiliki produk yang bisa disesuaikan dengan selera konsumen (customize). Jadi, perhiasan yang ditawarkan merupakan edisi terbatas.

“Kami sebenarnya fokus di emas dan berlian dengan keunggulan kami bisa custom. Kami bisa membuatkan konsumen sesuai seleranya dan kami menerima service, reparasi, bahkan kalau ada emas yang rusak patah bisa didaur ulang dibuat sesuai selera. Ini yang membuat customer menjadi pelanggan setia kami,” jelasnya.

Baca juga:  Raih WTP 6 Kali Berturut-turut, Badung Terima Penghargaan dari Menkeu
Perhiasan yang dijual di Suditara Jewellry. (BP/Istimewa)

 

Menurutnya, dalam berproduksi, ia selalu mengutamakan kualitas dan kepuasan konsumen. “Untuk pengerjaan satu pesanan itu biasanya satu sampai lima hari, kalau desainnya rumit bisa satu minggu atau tiga minggu selesai. Bahannya bisa dari kami atau dari konsumen sendiri,” papar Suantara.

Selain dari pegawai di Puspem Badung, produknya juga dijual ke luar Bali, seperti Jakarta, Palu dan kota-kota besar lainnya. Ia mengaku memanfaatkan media sosial dalam memasarkan produk. Sedangkan untuk pemasaran di platform e-commerce, Suantara belum tertarik karena mayoritas produknya customize.

Diikutsertakan Berpameran

Selama menjadi nasabah BRI, ia mengakui ada sejumlah pendampingan yang diberikan, terutama dari sisi kredit. Namun, ia berharap usahanya yang masuk kategori UMKM ini bisa dibina dan diikutsertakan oleh BRI saat berpameran. “Sampai saat ini belum pernah diajak pameran oleh BRI. Saya sempat menanyakan ke pihak BRI, katanya belum ada program pameran yang bisa diikuti,” ungkapnya.

Diakui Suantara, pameran maupun promosi sangat membantu dalam membangun jejaring dan mengembangkan usahanya. Sehingga jika BRI memiliki program semacam itu, ia sangat ingin diikutsertakan. “Saya berharap bisa diikutsertakan kalau BRI memiliki program pameran sebab lewat kegiatan itu kami bisa mengetahui tren pasar dan membangun jejaring serta berkenalan dengan pelaku UMKM lainnya,” katanya.

Baca juga:  BRI Dorong Pelaku UMKM Miliki NIB

Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI telah menargetkan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp300 triliun di 2024. Sebagai bank dengan portofolio UMKM terbesar di Indonesia, BRI mendapatkan alokasi KUR terbesar tahun ini dengan nilai Rp165 triliun. Angka itu tercatat lebih rendah dibandingkan target 2023 sebesar Rp194,4 triliun.

Direktur Bisnis Mikro, BRI Supari mengungkapkan, pihaknya berkomitmen memenuhi target mengingat saat ini BRI sudah memiliki infrastruktur yang memadai serta sumber pertumbuhan baru melalui Ekosistem Ultra Mikro (UMi) bersama Pegadaian dan PNM.
“Dari sisi infrastruktur, saat ini BRI telah memiliki BRISPOT yang terus dioptimalisasikan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pekerjaan tenaga pemasar (mantri). Selain itu kami juga akan mengoptimalkan potensi dari ekosistem model bisnis baru seperti PARI dan Localoka,” kata Supari dikutip dari keterangan tertulisnya.

Pada 2023 lalu, BRI berhasil menyalurkan KUR senilai Rp163,3 triliun kepada 3,5 juta debitur. Mayoritas penyaluran KUR BRI disalurkan untuk sektor produksi dengan proporsi mencapai 57,38 persen. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN