MANGUPURA, BALIPOST.com – Terletak di Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Pecatu memiliki bentang alam yang kaya akan hamparan laut dan pasir putih. Ditunjang budaya dan adat istiadat yang kental, desa yang berpenduduk 8.562 orang ini sejak dulu terkenal karena Tari Kecak dan Pura Uluwatu.
Namun, di tengah gempuran wisatawan yang berkunjung, sampah menjadi salah satu sumber permasalahan yang mengancam keberlanjutan sektor pariwisata di desa itu. Kondisi ini pun tak dibiarkan berlarut oleh Desa Pecatu.
Kepala Desa Pecatu, I Made Karyana Yadnya, SE mengatakan Desa Pecatu memiliki beragam potensi, baik budaya maupun alam. Namun, desa ini sejak dulu menggantungkan perekonomiannya dari sektor pariwisata.
Guna menjadikan destinasi di Pecatu lebih bersih, pihaknya pun menginisiasi pendirian BUMDes yang dipercaya dalam pengolahan sampah hingga menghasilkan produk sampingan berupa pupuk organik. “Sehingga daerah kami sebagai daerah wisata semakin hari semakin bersih,” jelasnya.
Ia mengaku BRI berkontribusi besar bagi Pecatu dengan menjadikan wilayah yang terkenal dengan Tarian Kecak-nya ini sebagai salah satu Desa BRILiaN. Bahkan, Desa Pecatu berhasil meraih Juara 2 Nugraha Karya Desa BRILiaN 2022.
Dijelaskannya, lewat program itu, BRI memberikan kemudahan dengan menyediakan fasilitas keuangan sehingga unit usaha BUMDes bisa melakukan transaksi dengan mudah.
Sejumlah fasilitas yang disediakan itu, antara lain QRIS BRI dan EDC BRI. Beragam kemudahan ini memberikan nilai tambah bagi BUMDes sehingga bisa lebih berkembang.
Selain itu, BRI juga melakukan beragam pendampingan yang mampu meningkatkan perekonomian masyarakat desa.
Direktur Utama BUMDes Catu Kwero Sedana Pecatu, I Wayan Yudiasmara mengakui bahwa keberadaan BUMDes merupakan salah satu program kepala desa untuk membantu perekonomian masyarakat.
Saat ini BUMDes yang dipimpinnya memiliki dua unit usaha, yaitu unit usaha pengelolaan sampah dan unit usaha perdagangan umum dan jasa meliputi usaha minimarket, grosir dan eceran sembako.
Unit perdagangan awalnya dirintis karena melihat peluang yang ada, yaitu masalah sampah rongsokan yang bisa dijual kembali. “Kita sudah bisa melayani restoran, villa, dan warung,” jelasnya.
Dipaparkannya, unit usaha pengelolaan sampah di Pecatu merupakan bagian dari ide besar melacak potensi desa yang dapat dikapitalisasi dan dicarikan solusi.
Masalah sampah menjadi masalah utama baik di kota maupun di desa. Dengan menjadikan BUMDes sebagai pengelola sampah agar menanggulangi persoalan-persoalan dasar desa, juga dapat meningkatkan pendapatan desa dari penjualan barang bekas daur ulang.
Yudiasmara menyampaikan bahwa skema pengelolaan sampah diawali dari pemilahan masing-masing sampah di rumah. Kemudian sampah diambil dan dikelola BUMDes untuk diangkut ke TPS. Dari TPS sampah dipilah menjadi tiga bagian.
Bagian pertama adalah sampah-sampah daur ulang yang bisa dipakai dan dijual kembali. Bagian kedua adalah sampah organik yang diubah menjadi kompos atau fermentasi. Sementara bagian ketiga sampah yang tidak bisa didaur ulang maupun difermentasi kemudian dimasukkan ke dalam mesin insenerator dan diubah menjadi batako.
Program unit pengelolaan sampah di Pecatu telah membuahkan hasil. Salah satunya pupuk organik.
Dikatakan, ke depannya BUMDes berkeinginan agar pupuk ini bisa dimanfaatkan secara maksimal. Caranya dengan membuat kebun percontohan yang ditanami beragam sayuran.
Direktur Operasional BUMDes Pecatu, I Gede Arta Utama menambahkan sejak adanya pendirian Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) yang dikelola BUMDes, permasalahan sampah mulai teratasi. “Kami tetap berkomitmen berusaha zero waste, artinya tidak ada sampah. Sampah yang masuk benar-benar diolah,” ujarnya.
Program Pemberdayaan
Untuk diketahui, BRI sejak 2020 menggulirkan program Desa BRILiaN. Berbagai program pemberdayaan telah diterapkan dan terus dikembangkan. Saat ini program tersebut telah masuk di lebih dari 2.800 desa binaan BRI di seluruh Indonesia.
Direktur Bisnis Mikro BRI Supari dalam keterangan tertulisnya belum lama ini mengatakan bahwa pemberdayaan di Desa BRILiaN merupakan bentuk implementasi Environment Social and Governance (ESG) dalam aspek sosial. Selama 2023, tujuan pemberdayaan yakni membangkitkan ketahanan dan kemandirian ekonomi desa di era new normal.
“Program ini merupakan program inkubasi desa yang bertujuan menghasilkan role model dalam pengembangan desa melalui implementasi praktik kepemimpinan desa yang unggul serta semangat kolaborasi untuk mengoptimalkan potensi desa berbasis Sustainable Development Goals (SDG’s),” ujarnya.
Dalam pemberdayaannya, Desa BRILiaN mengembangkan 4 aspek yang terdapat dalam sebuah desa. Pertama, BUMDes sebagai motor ekonomi desa. Kedua, digitalisasi yang merupakan implementasi produk dan aktivitas digital di desa.
Ketiga, sustainability yang mencerminkan desa tangguh serta secara berkesinambungan melakukan pembangunan. Keempat, innovation yaitu kreatif dalam menciptakan inovasi.
Sementara itu, untuk objek pemberdayaan adalah elemen-elemen kunci di desa yang meliputi perangkat desa, pengurus BUMDes, Badan Permusyawaratan Desa, UMKM di desa, perwakilan kelompok usaha (klaster) dan pegiat Produk Unggulan Kawasan Pedesaan (Prukades).
Selain itu, BRI juga memperkuat ekosistem ekonomi desa dengan pengembangan pasar yang dihubungkan dengan platform Pasar.id dan Localoka. Tujuannya menghubungkan pedagang pasar dengan pembeli online.
Untuk pemberdayaan UMKM, dapat diakses melalui linkumkm.id yang memfasilitasi pelaku usaha tersebut naik kelas. Terdapat juga produk-produk layanan BRI yang dapat dimanfaatkan oleh Desa dan BUMDes seperti Agen BRILink, Stroberi, QRIS dan produk lainnya.
Pemberdayaan desa oleh BRI dilakukan sesuai dengan potensi ekonomi yang bisa dioptimalkan di daerah tersebut. Supari berharap seluruh desa yang tergabung dalam program Desa BRILiaN bisa menjadi sumber inspirasi kemajuan desa yang dapat direplikasi ke desa-desa lainnya. “Harapan kami berbagai program yang sangat bermanfaat ini bisa diikuti oleh seluruh elemen kunci pertumbuhan ekonomi yang ada di desa,” ucapnya. (Diah Dewi/balipost)