Doktor pertama Program Doktor Ilmu Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (PDIA FEB Unud) Dr. Putu Wenny Saitri, S.E., M.Si.,Ak. (kanan) bersama bersama Koprodi PDIA FEB Unud Prof. Dr. I Wayan Suartana, S.E., M.Si.,Ak. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Fenomena kecurangan di LPD yang dilakukan pengurus rata-rata disebabkan karena adanya kelemahan dari pengendalian diri. Misalnya, bergaya hidup melebihi kemampuan dan memiliki rasa iri hati terhadap pencapaian LPD lain. Demikian disampaikan Doktor pertama Program Doktor Ilmu Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (PDIA FEB Unud) Dr. Putu Wenny Saitri, S.E., M.Si.,Ak.

Wenny dinyatakan lulus sebagai doktor pertama setelah mengikuti ujian terbuka promosi doktor pada Jumat (26/4) di Kampus FEB Unud. Disertasinya berjudul Peran Self Control Sad Ripu Dalam Pencegahan Fraud Pada Lembaga Perkreditan Desa.

Melihat fenomena tersebut ia melakukan penelitian terhadap pengendalian diri terutama sifat sad ripu dalam diri manusia agar mampu menjelaskan alasan pengurus LPD melakukan kecurangan. Dari hasil penelitiannya, ia menemukan metode self control sad ripu berpengaruh negatif terhadap niat berperilaku curang.

Baca juga:  Penuhi Kebutuhan Beras Warga Abuan, Pemkab Bangli Manfaatkan CBP

“Penelitian menggunakan teknik sampling dan menghasilkan 118 LPD sebagai sampel dan 354 pengurus sebagai responden penelitian,” imbuhnya.

Hasil ini mengindikasikan bahwa ketika individu memiliki self control sad ripu yang tinggi, niat untuk berperilaku curang akan semakin rendah. Metode yang bisa dilakukan untuk dapat mengendalikan diri adalah dengan mendekatkan diri kepada Tuhan, dalam penelitiannya beberapa LPD telah melakukan hal tersebut dengan rajin sembahyang.

Selain itu, pencegahan fraud juga dibarengi dengan seleksi ketat terhadap pengurus yang biasanya ditunjuk langsung dari masyarakat, dilakukan secara independen. “Jadi tidak hanya dilakukan masyarakat tapi melibatkan juga akademisi, psikolog, untuk mengetahui apakah calon yang akan ditunjuk itu memiliki kecenderungan bergaya hidup mewah, mudah marah, iri hati atau memiliki keenam sad ripu lainnya. Jadi selain pendekatan rohani kepada Tuhan juga dibarengi dengan seleksi yang ketat,” bebernya.

Baca juga:  LPD Harus Jadi Penguat Budaya Bali

Koprodi PDIA FEB Unud Prof. Dr. I Wayan Suartana, S.E., M.Si.,Ak. berharap riset ini bisa menjadi tonggak awal untuk pengembangan model di kemudian hari. Topik LPD diambil karena pengawasannya perlu dikuatkan sehingga instrumen riset yang dikembangkan Wenny dapat menjadi model untuk penguatan pencegahan fraud, kecurangan di LPD.

“Saya berharap bisa menjadi salah satu yang bisa kita sumbangkan untuk masyarakat Bali,” katanya.

PDIA merupakan prodi yang sangat muda karena terbentuk 2021. Pada saat itu perekrutan mahasiswa angkatan pertama dilakukan secara online.

Dari 30 pelamar, hanya 8 yang lolos karena seleksi cukup ketat. “Perjuangan sangat berat waktu itu dan kami di PDIA ini mengembangkan pola kolegial artinya antara dosen dan mahasiswa tidak ada jarak, antara Koprodi dan mahasiswa tidak ada jarak,” ungkapnya.

Baca juga:  Diperlukan, Kepemimpinan Berjiwa Hindu dalam Pengelolaan LPD

Meskipun PDIA sangat muda, namun telah melahirkan banyak karya dan event baik skala nasional dan internasional. Selain itu banyak mahasiswa yang menjadi narasumber di berbagai event.

Seperti doktor pertama, Dr. Wenny, telah 5 kali menjadi narasumber skala internasional sebagai mahasiswa selama menempuh pendidikan doktor.

“Kita juga mengembangkan acara hari Sabtu, Saturday Student Club yang mana acara tersebut menjadi milestone, tonggak bahwa pembelajaran itu bisa dari mana saja dan menambah apa yang diberikan di bangku kuliah. Jadi itu bersifat menguatkan kurikulum sehingga disebut co-curricular. Lahirlah ide-ide seperti ini, mengangkat ataupun mengekspose kearifan lokal dalam bentul riset seperti disertasi Wenny, Self Control Sad Ripu,” bebernya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN