Aktivitas warga dalam melakukan transaksi kebutuhan pokok di pedagang pelataran Pasar Badung, Denpasar. BPS Bali mencatat pada April 2024, Povinsi Bali mengalami inflasi sebesar 4,02 persen dibandingkan dari April tahun sebelumnya. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Inflasi Bali sejak Januari 2024 terus mengalami kenaikan. Pada Januari 2024, inflasi Bali tercatat 2,61 persen (yoy), Februari tercatat 2,98 persen, Maret 3,67 persen dan April 4,02 persen. Kenaikan inflasi terus menerus ini dikhawatirkan menganggu konsumsi masyarakat.

Menurut Pengamat ekonomi dari Undiknas Prof. IB. Raka Suardana, Jumat (3/5), inflasi 4,02 persen masih wajar dan tidak terlalu tinggi. “Kalau di atas 10 persen, baru kita perlu khawatir, kalau di bawah 5 persen, cukup terkendali,” ujarnya.

Ia berharap, kenaikan harga bahan pangan tidak berdampak secara psikologis kepada masyarakat. “Masyarakat tidak merasakan terlalu tinggi kalau lihat
4,02 persen ini karena ada beberapa barang umum yang
tidak naik, tapi ada beberapa komponen 1-2 barang mengalami kenaikan,” ujarnya.

Baca juga:  Tekan Inflasi, Badung Kembangkan Cabai dengan Teknologi Proliga

Sementara bagi produsen, menurutnya, juga ada baiknya karena barangnya mengalami kenaikan sehingga produksinya semakin lancar. “Namun bagi konsumen mengalami penurunan konsumsi sementara dari sisi pendapatan riil, lebih sedikit dapat,” ujarnya.

Di tengah situasi konflik di Israel dan Iran dan konflik
geopolitik negara lain, kondisi perekonomian mengalami ketidakpastian termasuk inflasi. “Bulan ini (Mei) tidak tahu karena ada beberapa komponen yang cukup banyak mengalami peningkatan. Kita lihat bulan depan apakah inflasinya akan meningkat,” ujarnya.

Ia berharap, inflasi Mei tidak naik kembali. Karena ada kenaikan tarif parkir dan adanya isu kenaikan harga
minyak Pertalite dan kebutuhan pokok lainnya. “Itu secara psikologis akan bisa menaikkan barang. Kita berharap tidak terjadi sehingga stabilitas inflasi terjaga karena inflasi tinggi akan mengakibatkan tidak stabilnya perekonomian,” imbuhnya.

Baca juga:  Nasabah Loyalitas BRI Diganjar SME’s Lifetime Achievement Award dan Saham

Statistisi Ahli Madya BPS Bali I Kadek Muriadi mengatakan, dari beberapa indikator belanja negara mengalami pertumbuhan, berdampak pada kenaikan harga. Yang perlu menjadi perhatian adalah inflasi 2,5 persen plus minus 1 persen.

Inflasi kedua kota yaitu Denpasar dan Singaraja tahun 2022 meningkat tinggi dan 2023 menurun dan diharapkan 2024 terjaga. Tiga komoditas penyebab inflasi terjadi pergeseran sebelum pandemi dan sesudah pandemi.

Tahun 2019, inflasi Denpasar disumbangkan oleh kelompok makanan (nasi dan lauk) dan non makanan (biaya sekolah). Begitu juga di Singaraja, penyumbang inflasi ada makanan dan non makanan seperti pisang, tukang bukan mandor dan biaya sekolah SMA. Berbeda dengan tahun 2023 komoditas penyumbang inflasi lebih banyak komoditas makanan.

Baca juga:  Hujan, Tembok Penyengker SDN 3 Bunutin Jebol

Inflasi tertinggi pada April 2024 bahkan terjadi di Tabanan yang merupakan lumbung padi yaitu 4,42 persen, Badung 4,15 persen, Denpasar 3,94 persen dan Singaraja 3,69 persen. Dari sisi komoditas penyumbang inflasi tertinggi yaitu kelompok makanan, minuman dan tembakau dengan inflasi 9,89 persen (yoy), penyung tertinggi kedua penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 3 65 persen, dan ketiga pendidikan 3,24 persen. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN