TANGERANG, BALIPOST.com – Penyakit autoimun alami peningkatan pascapandemi COVID-19. Hal itu dikatakan Dokter spesialis penyakit dalam, konsultan alergi imunologi klinik RS Siloam Lippo Village Tangerang, Steven Sumantri.
“Jumlah kasus penyakit autoimun di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, mengalami peningkatan dramatis, khususnya usai pandemi dan seringkali tidak disadari sehingga lambat terdeteksi,” kata Steven Sumantri di Tangerang, Banten, dikutip dari kantor berita Antara, Kamis (9/5).
Tak hanya itu kasus autoimun saat ini bersifat pandemi. Namun karena banyak tak diketahui masyarakat sehingga masuk dalam kategori silent pandemi
Dijelaskannya, autoimun dapat menyerang siapapun tanpa peduli usia atau jenis kelamin, meski lebih sering ditemukan pada perempuan usia produktif.
Penyakit autoimun seperti lupus, sindrom, artritis reumatoid, psoriasis, miastenia gravis, tiroiditis hashimoto, dan multipel sklerosis, adalah kelompok penyakit kompleks di mana sistem kekebalan tubuh yang seharusnya melindungi tubuh dari infeksi dan penyakit malah menyerang sel – sel sehat karena salah mengenali mereka sebagai ancaman.
Penyebab orang terkena autoimun bermacam-macam yakni ada yang karena faktor genetik beserta lingkungan hingga gaya hidup masyarakat saat ini.
Lalu ada juga karena faktor lingkungan, seperti masyarakat yang tinggal di daerah industri karena disebabkan pencemaran udara, air, maupun lainnya.
”Seperti dari daerah Cilegon maupun kawasan industri di Serang yang saya tangani kondisinya perlu penanganan lebih. Beberapa gejala umum autoimun yang perlu diwaspadai seperti lemas, kelelahan kronik, nyeri otot, demam ringan, kesemutan, bentol seluruh tubuh, bengkak area tertentu, rambut rontok dan kulit kemerahan,” katanya.
Untuk pencegahnnya, dia menyarankan agar menerapkan gaya hidup sehat seperti olahraga teratur, istirahat cukup, makan makanan bergizi, perbanyak makan buah dan sayur.
“Ada baiknya untuk segera dikonsultasikan ke dokter apabila kondisi berulang dan menetap dalam jangka waktu lebih dari 6 minggu,” kata dia.
Ia menambahkan pengobatan autoimun bervariasi dilihat dari jenis dan tingkat dampak penyakitnya. “Hal ini dapat meliputi obat – obatan antiinflamasi, steroid, imunosupresan dan terapi biologis,” katanya. (Kmb/Balipost)