Salah satu lahan pertanian produktif yang dikelilingi bangunan di Denpasar. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Selain masifnya pembangunan fasilitas pariwisata, banyak juga yang tidak sesuai aturan. Dari segi struktur, banyak yang mengabaikan adaptasi kondisi geografis di Bali sehingga keamanan menghadapi bencana, seperti gempa atau bencana alam lain, belum tentu teruji. Selain itu, banyak yang merusak lingkungan.

Salah satu arsitek di Bali, Ar. Ir. Ari Setiya Wibawa
mengatakan, detail rancangan arsitek asing memang
bagus, namun begitu dianalisis oleh profesor sipil di Bali, tidak sesuai dengan hitungan standar struktur di Bali.

Baca juga:  Nasional Catat Tambahan Lima Ribuan Kasus COVID-19

“Karena mereka memakai software yang namanya Lira,
sedangkan kita memakai software yang namanya SAP.
Kegempaannya beda, di Eropa, mana ada gempa. Lalu
apa yang ditawarkan baru kemudian? Efisiensi, higienitas? Rumah Bali lebih higienis dan green daripada aturan green secara internasional,” ujarnya.

Bahkan salah satu bangunan di Sanur, izinnya ditahan
karena tidak sesuai dengan triangle dan arsitektur Bali.
Selain di Sanur, masih banyak lagi pembangunan-pembangunan properti baru yang tidak sesuai dengan standar arsitektur dan struktur di Bali.

Baca juga:  RSUP Sanglah Sempat Rawat Balita Probable Hepatitis Akut

Sementara itu, anggota REI Bali, Ida Bagus Dedy Darmawan, juga merasakan keresahan yang sama. Persaingan semakin ketat tidak hanya lokal tapi
juga asing. Karena telah ada UU atau regulasi terkait dengan kepemilikan properti oleh orang asing.

Hal ini menjadi bagian dari tantangan REI. “Kami ingin orang lokal memiliki hunian yang terjangkau, yang terbaik melalui developer yang terorganisasi,” ujarnya.

Namun, karena kemampuan atau daya beli orang
lokal lebih rendah dari orang asing, maka properti vila dan property residensial middle up cenderung mampu dibeli orang asing. (Citta Maya/balipost)

Baca juga:  Ini, Asal dan Riwayat Pasien Positif COVID-19 Meninggal di Badung
BAGIKAN