Ujian terbuka Ni Nyoman Ayu Suryandari dari Prodi Doktor Ilmu Akuntansi (PDIA) FEB Universitas Udayana. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Perbankan adalah bisnis yang berisiko. Data menunjukkan ada potensi besar di perbankan untuk terjadinya kecurangan atau fraud.

Praktisi BPR Dr. I Gusti Ngurah Alit Asmara Jaya, Jumat (17/5), mengatakan untuk mencegah fraud, moderasi etika Tri Kaya Parisudha perlu dilakukan. Dalam ujian terbuka Ni Nyoman Ayu Suryandari dari Prodi Doktor Ilmu Akuntansi (PDIA) FEB Universitas Udayana, dikatakan Alit, pada dasarnya kecurangan yang dilakukan pengurus atau pengelola BPR yang dapat membuat BPR bangkrut.

Pada bank skala lokal, terjadinya kecurangan dapat berpengaruh pada kesehatan BPR. Bahkan repustasi perbankan bisa dipengaruhi oleh kecurangan-kecurangan itu, karena nasabah mulai merasa tidak nyaman. Mengingat, perbankan adalah Lembaga kepercayaan, pengelolaan perbankan harus prudent dan didasari aspek etika.

Maka dari itu pengelolaan SDM BPR harus ditingkatkan kembali terutama dalam penerapan etika karena kompetensi teknis tanpa etika tidak ada gunanya.

Baca juga:  OJK Catat Kredit Perbankan Tumbuh 6,33 Persen

Sementara itu, Ni Nyoman Ayu Suryandari mengatakan, ia melakukan penelitian pada 128 BPR yang menjadi sample untuk melihat penyebab kecurangan di BPR. Karena fenomena yang terjadi adalah terjadinya penurunan jumlah BPR di Indonesia dari 2015 hingga 2022.

Penurunan terjadi karena dilakukannya merger dan Cabut Ijin Usaha (CIU) oleh OJK akibat kecurangan maupun kondisi BPR yang semakin menurun. Ia fokus meneliti terjadinya kecurangan karena faktor internal yaitu karyawan BPR.

Sehingga, model penelitiannya mengintegrasikan bukan hanya faktor yang menyebabkan karyawan BPR melakukan kecurangan dan faktor pencegah terjadinya kecurangan yakni etika Tri Kaya Parisudha, ajaran agama Hindu yaitu berpikir, berkata dan berbuat yang benar.

Baca juga:  Karena Faktor Ini, Posisi BPR Makin Terjepit

Dalam penelitiannya yang berjudul Efek Moderasi Etika Berdasarkan Tri Kaya Parisudha pada Hubungan Fraud Hexagon dan Jarak Kekuasaan Terhadap Kecurangan, digunakan teori Fraud Hexagon yang menyatakan motivasi seseorang dalam melakukan kecurangan terdiri dari peluang, rasionalisasi, tekanan, kapabilitas, ego dan kolusi.

Hasil penelitiannya itu, dapat memberi masukan pada manajemen BPR untuk memperhatikan kondisi karyawan yang dapat memotivasi dalam melakukan kecurangan. Selain itu kondisi ketidakadilan di BPR yang cukup tinggi juga memotivasi terjadinya kecurangan

Sementara Promotor Prof. Dr. I Ketut Yadnyana didampingi Koprodi PDIA Prof. Wayan Suartana mengatakan, kecurangan bisa terjadi dimana-mana, khususnya di dunia perbankan yaitu BPR. Penelitian yang dilakukan Suryandari adalah untuk melihat apa motivasi seseorang melakukan kecurangan.

“Berdasarkan teori fraud hexagon disebutkan ada beberapa elemen yang membuat seseorang melakukan kecurangan yaitu tekanan, peluang, tata kelola tidak berjalan bagus, rasionalisasi, kapabilitas, ego dan kolusi. Kapabilitas yang dimaksud adalah kemampuan melihat celah melakukan kecurangan, melihat adanya kelemahan dalam manajeman. Sedangkan ego, sifat yang dimiliki seseorang melebihi kapasitasnya atau akal sehatnya, dan kolusi adalah actor yang melakukan kecurangan terdiri dari dua orang atau lebih,” jelasnya.

Baca juga:  Rencana Naiknya Plafon KUR, Perbankan Diharap Tingkatkan Penyaluran Kredit

Dari hasil penelitian itu, tekanan, peluang, rasionalisasi, ego, kolusi, kapabilitas mampu mempengaruhi terjadinya kecurangan. Dengan moderasi etika Tri Kaya Parisudha mampu memperlemah karyawan melakukan kecurangan. “Tri Kaya Parisudha mampu sebagai strategi antifraud, walaupun misalnya ada tekanan , ego, rasional peluang tapi orang itu punya etika yang sudah melekat dalam dirinya, ia akan berpikir sekian kali untuk melakukan kecurangan,” tandasnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN