TABANAN, BALIPOST.com – Para delegasi World Water Forum (WWF) silih berganti mengunjungi Daerah Tujuan Wisata (DTW) Jatiluwih untuk menyaksikan langsung sistem subak yang telah diwariskan secara turun temurun di kawasan heritage tersebut. Kunjungan ini menjadi bagian dari upaya untuk memahami dan mengapresiasi keberlanjutan sistem pengairan tradisional yang menjadi warisan budaya dunia.
Bahkan, perwakilan United Nation Development Programme (UNDP) turut berkunjung pada Senin (20/5). Pada kesempatan itu, mereka menyarankan agar para petani bisa mengarah pada pertanian organik. Saran ini diberikan dengan tujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan sekaligus meningkatkan kualitas hasil pertanian. Bahkan, mereka siap memberikan pelatihan pada para petani untuk sistem pertanian organik.
“Delegasi yang berkunjung setiap hari dari seluruh negara. Sejatinya hari ini (kemarin-red) ada 50-100 orang yang akan berkunjung, namun batal karena padatnya jadwal di Nusa Dua termasuk juga pembukaan WWF. Kemungkinan mulai 22 sampai 25 Mei mereka field trip ke Jatiluwih,” ujar Ketut Purna, Manajer Operasional DTW Jatiluwih.
Meskipun demikian, kunjungan yang berlangsung tetap menunjukkan minat yang besar dari para delegasi untuk memahami sistem subak. Sistem subak sendiri merupakan warisan leluhur masyarakat Bali yang telah diakui sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO. Sistem ini tidak hanya memastikan distribusi air yang adil dan efisien, tetapi juga mencerminkan harmoni antara manusia dan alam yang menjadi ciri khas budaya Bali.
Kunjungan ini diharapkan dapat membuka mata dunia akan pentingnya menjaga dan melestarikan sistem pengairan tradisional yang terbukti efektif dan berkelanjutan. Selain itu, dorongan menuju pertanian organik diharapkan dapat menjadi langkah nyata dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan keberlanjutan lingkungan di masa depan. Hal ini tentu sejalan dengan program 2025 kawasan Subak Jatiluwih sudah bisa sepenuhnya organik. (Puspawati/balipost)