DENPASAR, BALIPOST.com – Serikat Pekerja Rumat Sakit Universitas Udayana (RS Unud) melayangkan surat kepada Ombudsman RI Provinsi Bali tertanggal 6 Mei 2024. Surat yang ditembuskan kepada sejumlah pihak, diantaranya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), BPK RI Perwakilan Provinsi Bali, Rektorat Unud, Direktur RS Unud, Ketua DPRD Provinsi Bali, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Badung, Kapolda Bali, Kapolres Badung, dan redaksi sejumlah media di Bali itu mengungkapkan sejumlah hal mengejutkan.
Salah satunya terkait tidak dibayarnya remunerasi tenaga kesehatan (nakes) selama 18 bulan. “Perkenalkan saya adalah salah seorang tenaga kesehatan di RS Universitas Udayana di Jimbaran, Badung, Bali. Rumah sakit ini adalah milik Universitas Udayana di bawah Kementerian Pendidikan Kebudayaan. RS Unud saat ini dalam keadaan yang sangat memprihatinkan dan mati suri,” demikian tertulis dalam pembuka surat yang dikirim Serikat Pekerja RS Unud tersebut.
Ada 7 poin yang disampaikan dalam surat tersebut. Pertama, disampaikan bahwa selaku pegawai dan nakes di Rumah Sakit Unud seharusnya menerima jasa pelayanan dalam bentuk remunerasi yang seharusnya dibayarkan setiap bulan sebagai hak para pegawai dan nakes. Kenyataannya, remunerasi yang diterima terakhir dibayarkan untuk pelayanan Oktober 2022.
Artinya sampai bulan Mei 2024 ini sudah 18 bulan atau 1,5 tahun pihak Rumah Sakit Unud dan Rektorat Unud tidak membayarkan jasa remunerasi mereka. Sebagai orang Bali, semua pegawai masih bersabar dan tidak ada demo. Tapi, pihak direksi dan rektorat seakan menutup mata dengan alasan tidak ada anggaran, hanya saja mereka selalu menuntut pegawai bekerja maksimal.
Poin kedua, disampaikan bahwa pelayanan di RS Unud mati suri. Sebab, saat ini keterbatasan obat dan alat medis habis pakai di gudang farmasi. Ini tentunya hal yang sangat aneh bagi sebuah rumah sakit besar.
Bahkan layanan kamar operasi dan ICU sudah tidak berjalan selama lebih dari 4 bulan. Suatu hal yang konyol yang diputuskan oleh Direksi RS Unud.
Penyebab tidak ada layanan kamar operasi karena hal sederhana, yaitu kerusakan AC atau pendingin ruangan sehingga suhu kamar operasi menjadi panas. Selain itu juga karena keterbatasan obat dan bahan medis habis pakai (BMHP). Pasien rawat inap pun hanya satu dua pasien, tidak cocok dengan RS Tipe B.
Poin ketiga, Gedung 1 yang berfungsi sebagai gedung poliklinik baru saja selesai dilakukan perbaikan tahun 2023 lalu dengan anggaran belasan miliar rupiah. Tapi kondisinya sangat memprihatinkan. Gedung baru perbaikan tapi kebocoran ada di mana-mana.
Saluran air limbah macet dan meluap ke ruangan pasien menjadi sumber infeksi. Proyek ini seharusnya diperiksa kebenaran pelaksanaannya. Sepertinya banyak korupsi yang terjadi di proyek perbaikan ini.
Menurut pihak direksi sudah melaporkan ke yang berwenang, tapi tidak ada tindakan apapun juga.
Poin keempat, para pegawai non dokter hanya bisa pasrah hidup dengan yang gaji pokok yang pas-pasan. Sementara para dokter meskipun tidak dibayar di RS Unud masih bisa hidup karena masih bisa praktik mandiri atau swasta. Kasihan para pegawai non dokter ini.
Poin kelima, keuangan RS Unud harus diperiksa. Saat pandemi COVID-19, tahun 2020-2021, RS Unud memperoleh penghasilan sampai Rp250 miliar. Dengan penghasilan sebesar itu, seharusnya RS Unud sudah menjadi RS hebat.
Kenyataannya sangat berbanding terbalik. RS hancur, obat habis, uang Rp250 miliar sudah habis dengan sempurna dan resmi menurut versi manajemen atau Direksi RS Unud. Sayangnya, hal ini tidak pernah dilakukan pemeriksaan.
Poin keenam, fasilitas fisik dalam hal ini gedung, kamar, kamar mandi dalam kondisi memprihatinkan seperti kondisi bangunan pengungsi tidak terawat. Pegawai mau kencing pun susah karena kamar mandi banyak yang rusak, macet, bocor.
Poin ketujuh, instalasi sarana dan prasarana serta humas perlu dilakukan pemeriksaan keuangan, aliran dana, dan penggunaan anggaran patut dipertanyakan.
“Besar harapan kami agar RS Unud dapat berfungsi sebagaimana mestinya sebagai RS pendidikan yang besar dengan memperhatikan fasilitas, sarana prasarana, serta kewajiban RS terhadap pegawainya. Mohon bantuan segenap pihak untuk melakukan koreksi. Atas perhatiannya, kami seluruh pegawai mengucapkan terima kasih,” harap Serikat Pekerja RS Unud.
Kepala Ombudsman RI Provinsi Bali, Ni Nyoman Sri Widhiyanti membenarkan pihaknya menerima surat yang dikirim Serikat Pekerja RS Unud. “Benar, kami sudah menerima laporan dari Serikat Pekerja Rumah Sakit Universitas Udayana. Saat ini, Ombudsman RI Provinsi Bali sedang melakukan verifikasi formil dan materiil,” ujar Ni Nyoman Sri Widhiyanti saat dikonfirmasi, Minggu (26/5).
Dikonfirmasi terpisah, Direktur RS Unud, Prof. Dr. dr. Dewa Putu Gede Purwa Samatra, Sp.N(K)., mengaku pihaknya telah dipanggil oleh Rektor Unud untuk membahas hal ini. “Besok saya sudah dijadwalkan ketemu Rektor (Unud,red) jam 13.00 WITA membicarakan ini,” ujarnya singkat.
Pihaknya pun memastikan bahwa jasa pelayanan (jaspel) 20 dan 21 yang ditunggak akan segera dibayarkan. Namun, pihaknya meminta agar pegawai dan nakes RS Undu untuk bersabar.
Sebab, setelah Rektor Unud, Prof. Gede Antara tersandung kasus, Unud sedang konsolidasi keuangan. “Saya cenderung jaspel pasti akan dibayar karena Unud masih konsolidasi keuangan. Kan (Unud, red) baru dirundung masalah rektornya,” lanjutnya.
Sementara itu, Rektor Unud, Prof. Ir. Ngakan Putu Gede Suardana, M.T., Ph.D., IPU., meminta waktu untuk melakukan klarifikasi data agar tidak salah menyampaikannya. “Jantos gih (tunggu ya, red), besok saya klarifikasi data dulu, biar tidak salah,” jawabnya singkat. (Ketut Winata/balipost)