Djoko Subinarto. (BP/Istimewa)

Oleh Djoko Subinarto

Dengan proyeksi populasi bumi yang diperkirakan bakal mencapai 9,8 miliar orang pada tahun 2050, kebutuhan
akan air bersih pasti akan meningkat. Terutama di daerah perkotaan, di mana sebagian besar populasi bumi tinggal.

Kita tahu bahwa hampir semua kegiatan kita membutuhkan air. Tanpa ketersediaan air yang memadai, kita tidak akan mencapai keamanan pangan maupun keamanan energi. Ini berarti keamanan pangan
dan energi kita sepenuhnya bergantung pada ketersediaan air yang memadai.

Selama jutaan tahun, sebagian besar air di bumi telah mengalami proses daur ulang alami. Secara teoretis dan empiris, bumi kita tidak akan pernah kehabisan air. Namun, penting untuk diingat bahwa air bersih yang kita butuhkan untuk mendukung kegiatan sehari-hari kita, karena beberapa faktor, mungkin tidak selalu tersedia
dengan memadai.

Bahkan, kesulitan mengakses air bersih telah menjadi masalah global yang sekarang menghinggapi miliaran populasi Bumi. Menurut laporan UN Water 2023 yang dirilis oleh UNESCO, secara global, dua miliar orang
[26 persen dari populasi Bumi] saat ini tidak memiliki akses ke air minum yang aman, dan 3,6 miliar orang [46 persen] tidak memiliki akses ke sanitasi yang aman.

Baca juga:  Bali Perlu Anda, Jadilah “Volunteer” Promotor!

UN Water 2023 mengatakan bahwa antara dua dan tiga miliar orang mengalami kekurangan air setidaknya satu bulan per tahun, yang mengancam risiko serius bagi kehidupan, karena dampak ketersediaan air terhadap keamanan pangan dan akses listrik. Laporan UN Water 2023 memproyeksikan bahwa populasi perkotaan yang menghadapi kekurangan air akan meningkat dua kali lipat dari 930 juta orang pada tahun 2016 menjadi 1,7–2,4 miliar orang pada tahun 2050.

Merujuk pada sebuah studi berjudul Future Global Urban Water Scarcity and Potential Solutions yang dilakukan oleh Chunyang dkk [2021], pertumbuhan populasi, urbanisasi, dan perkembangan ekonomi kemungkinan akan membuat permintaan air untuk sektor industri dan rumah tangga perkotaan meningkat antara 50 persen dan 80 persen dalam tiga dekade mendatang.

Studi Chunyang dkk menyatakan bahwa perubahan iklim akan memengaruhi distribusi spasial dan waktu ketersediaan air sehingga kekurangan air perkotaan kemungkinan akan menjadi lebih serius di masa depan, dan berpotensi mengancam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB [SDGs], terutama SDG11 yaitu Kota dan Komunitas Berkelanjutan, dan SDG6 yaitu Air Bersih dan Sanitasi.

Baca juga:  Bali, Posisi Kedua Terendah Tingkat Kemiskinannya Setelah Jakarta

Sejauh ini, kekurangan air di daerah perkotaan umumnya diatasi melalui penyediaan infrastruktur. Contohnya, pembangunaan waduk, danau, kolam, dan sumur resapan untuk menyimpan air selama periode ketersediaan air berlebih sehingga dapat terus memasok air untuk menghindari kekurangan air selama
musim kemarau. Sementara langkah-langkah untuk melestarikan sumber air terus dilakukan, kita perlu pula mulai memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI) dalam upaya untuk memastikan ketersediaan air, khususnya di daerah perkotaan.

AI diyakini dapat menawarkan banyak hal yang berkaitan dengan manajemen air dan tata kelola air untuk daerah perkotaan. Di antaranya untuk kepentingan-kepentingan sebagai berikut :

Pertama, AI dapat digunakan untuk menganalisis big data yang terkait dengan sumber daya air yang ada dan secara simultan mengidentifikasi pola dan tren dalam penggunaan air untuk mendukung proses pengambilan keputusan dan manajemen air yang lebih baik di daerah
perkotaan.

Kedua, AI dapat menjadi pilihan untuk meningkatkan manajemen infrastruktur air perkotaan dan mengembangkan strategi inspeksi dan rehabilitasi air perkotaan yang lebih efisien.

Ketiga, AI dapat membantu mendorong perbaikan dalam kualitas air dengan menggunakan jaringan saraf pembelajaran mendalam untuk mendeteksi partikel berbahaya dalam air. Dengan bantuan AI, air minum dapat dilihat pada tingkat mikroskopis secara real-time, yang akan membantu otoritas mendeteksi kontaminasi air secepat mungkin dan mengambil langkah-langkah
yang diperlukan.

Baca juga:  K3 untuk Pekerja Pariwisata

Keempat, AI dapat membantu memprediksi kegagalan infrastruktur air.

Kelima, mengoptimalkan penggunaan energi dalam pemrosesan dan distribusi air bersih, dengan demikian mengurangi biaya dan emisi karbon.

Pengolahan dan distribusi air membutuhkan jumlah energi yang besar. AI dapat digunakan untuk memprediksi permintaan air di masa depan dalam rantai pengolahan dan distribusi dengan menganalisis pola penggunaan air penduduk perkotaan.

Keenam, AI dapat membantu kita mengelola dan memberikan prioritas pada aset infrastruktur air, memastikan pemeliharaan dan penggantian yang tepat. Selain itu, AI juga dapat membantu kita menghemat air dengan mengoptimalkan keberadaan infrastruktur air dan mengurangi pemborosan air.

Krisis air akan menjadi tantangan bagi kota-kota di seluruh dunia. Dan kota-kota di Indonesia bukanlah pengecualian. Kita harus mengatasi tantangan ini melalui solusi inovatif.

Penulis, bloger dan kolumnis

BAGIKAN