DENPASAR, BALIPOST.com – Kalangan pengusaha muda Bali bersuara “Jangan Jual Bali Kami Tanpa Aturan”. Kalangan akademis pun setuju Bali sebagai tujuan investasi perlu dikontrol pembangunannya.
Dampak yang terlihat nyata saat ini yakni hilangnya ciri khas arsitektur Bali dan matinya subak akibat pembangunan fasilitas pariwisata yang berlebihan.
Pengamat arsitektur Bali, Kadek Pranajaya, saat wawancara Bali Post Talk belum lama ini mengungkapkan, bangunan di Bali di tengah perkembangan pariwisata saat ini sudah mengabaikan konsep-konsep dari arsitektur tradisional Bali. Tidak hanya perampasan lahan sawah namun juga pengangguran ciri khas bangunan arsitektur Bali.
Dia mengatakan saat ini banyak wisatawan membawa arsitektur sendiri dari luar tanpa mengikuti aturan di Bali. Akibatnya Perda Arsitektur Bali sering dilanggar.
Peraturan pembangunan di Bali telah lama diatur termasuk peraturan arsitektur di Bali. Namun dalam perkembangannya banyak dilanggar. “Kita semua harus berkolaborasi menyisir pelanggaran pembangunan yang tak terkontrol itu,” pungkasnya.
Menurutnya hal itu bisa menjadi salah satu faktor banyak pembangunan liar, karena yang berhak melakukan pembinaan dan penyidikan adalah PPNS, salah satunya Satpol PP. Satpol PP ini, kata dia, belum paham tentang arsitektur Bali. “Mestinya mereka tak hanya tahu tentang jalur hijau tapi juga tentang arsitektur,” tandasnya.
Sementara itu akademisi dari Fak. Pertanian dan Bisnis Dwijendra University Denpasar, Pande Made Ari Ananta Paramarta, S.P., M.Agb., Selasa (28/5) mengakui banyak investor nakal yang sengaja menutup saluran irigasi pertanian yang membuat kawasan itu kering. Bahkan mereka menerapkan model membangun dulu baru mengurus perizinan.
Krama Subak tak bisa berbuat banyak karena pemerintah daerah juga diam saja menghadapi tantangan ini. Apalagi kalau sudah berizin, petani cenderung tak melakukan perlawanan.
Makanya dia menyebut keinginan pemerintah membangun sektor pertanian dan memberdayakan petani tak lurus dengan bantuan yang diberikan kepada sektor ini. Dulu setiap subak mendapat BKK Rp50 juta kini terus berkurang hingga menjadi Rp10 juta saja. Sementara subak terus digenjot meningkatkan ketahanan pangan nasional. ‘’Semua sebatas wacana, belum pro petani betul,’’ ujarnya.
Persyaratan Arsitektur Bali Pengamat arsitektur Bali, Kadek Pranajaya menambahkan bahwa praktik arsitek sudah diatur dalam UU Arsitek dan Perda Nomor 5 tahun 2005 yang merupakan revisi perda sebelumnya. Peraturan itu sudah jelas mengatur tentang persyaratan arsitektur bangunan ada tiga, yaitu arsitektur tradisional Bali, arsitektur nontradisional Bali, dan arsitektur warisan (sudah lama dibangun seperti Hotel Inna Grand Bali Beach peninggalan Belanda).
Arsitektur non tradisional Bali adalah arsitektur umum yang wajib mengimplementasikan tentang budaya dan karakter Bali yaitu prinsip-prinsip arsitektur tradisional Bali, tata letak, interior dan eksterior, sosok bangunan sesuai tri angga. “Sebenarnya sudah ada, cuma persoalannya yang terjadi saat ini begitu maraknya pelanggaran. Kenapa tidak ada penindakan,” ungkapnya.
Dewan Arsitek Indonesia pun dikatakan sudah mulai menyisir peran para arsitek luar yang berpraktik di Bali sesuai dengan norma dan aturan main. Sekarang ini begitu banyak aturan yang tumpang-tindih.
“Kadang ada yang berpola pikir, membangun saja dulu, pengurusan SLF nanti. Yang seperti ini akan menjadi persoalan, maka pemerintah harus tegas. Ketika dia membangun dulu tidak sesuai dengan intensitas bangunan, ada sempadan bangunan, koefisien dasar bangunan, koefisien dasar hijau, sempadan kiri, kanan, depan, belakang dan ketinggian, karakter prinsip arsitek Bali harus diatur. Kalau tidak sesuai ya.. harus ditindak,” tegasnya. (Citta Maya/Sueca/balipost)