DENPASAR, BALIPOST.com – Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Bali mewakili kalangan pengusaha juga gerah melihat pembangunan fasilitas pariwisata di Bali kian kebablasan. Bahkan sampai berteriak ‘’jangan jual Bali kami tanpa aturan’’ karena ternyata banyak aturan seperti perda dilanggar.
Ajakan ini didukung kalangan akademisi Bali agar pemerintah berani menindak tegas investor nakal.
Hal itu terungkap di sela-sela Dialog Merah Putih Bali Era Baru, Rabu 29 Mei 2024 di Warung Bali Coffee.
Rektor Dwijendra University, Prof. Dr. Gede Sedana, Akademisi Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa, Doktor I Nengah Muliarta, dan Pande Made Ari Ananta Paramarta, Dosen Fakultas Pertanian dan Bisnis Dwijendra University selain menyoroti isu pembangunan Bali juga nasib subak ke depan dan pertanian organik di Bali.
Sedana mengajak krama Bali dan pemerintah jangan sampai menjual semua aset untuk pembangunan pariwisata. Dia menegaskan Bali bukan untuk pariwisata namun pariwisata untuk Bali.
Dr. I Nengah Muliarta mengakui ada benarnya Bali saat ini dijual oleh investor luar. Ini sebuah risiko perkembangan pariwisata. Tak bisa kita berteriak saja, namun harus diikuti dengan langkah bersama.
Sementara itu Dosen Pertanian Dwijendra University, Pande Made Ari Ananta Paramarta menyebut di tangan generasi muda Bali menjaga alam. Jangan sampai krama menjual tanah Bali karena alasan ekonomis untuk pariwisata.
Dia juga mendesak Pemerintah dalam hal ini DPRD dan Bupati hingga Gubernur harus berani keras menindak investor nakal. Kembali menata mana kawasan sawah, terbuka hijau dan pariwisata.
Selain masalah pembangunan Bali, dialog juga membahas Bali menerapkan pertanian organik mulai 2024. Hal ini terkait saran delegasi WWF saat berkunjung ke Jatiluwih.
Selain itu juga menyinggung nasib subak menghadapi derasnya alih fungsi lahan dan minimnya bantuan pemerintah. (Sueca/balipost)