Uang
Ilustrasi. (BP/dok)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pariwisata merupakan penopang ekonomi Bali. Namun, justru penyumbang penerimaan pajak terbesar Bali bukan dari sektor pariwisata melainkan dari Aktivitas Keuangan dan Asuransi.

Kepala Kantor Wilayah DJP Bali, Nurbaeti Munawaroh, Rabu (29/5) menjelaskan, penerimaan pajak tertinggi hingga April 2024 ini didukung oleh 5 sektor dominan yang terdiri dari Aktivitas Keuangan dan Asuransi sejumlah Rp987,55 miliar yang memiliki peranan sebesar 18,61%.

Penerimaan pajak terbesar kedua adalah dari sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor sejumlah Rp951,76 miliar yang memiliki peranan sebesar 17,94%. Ketiga, penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum sejumlah Rp836,26 miliar yang memiliki peranan sebesar 15,76%, Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial sejumlah Rp371,77 miliar yang memiliki peranan sebesar 7,01%, dan Industri Pengolahan sejumlah Rp353,34 miliar yang memiliki peranan sebesar 6,66%.

Baca juga:  Tambahan Kasus COVID-19 Nasional Kembali ke Dua Puluhan Ribu

Secara umum penerimaan pajak tumbuh 32,34% year on year (yoy) dengan nilai sejumlah Rp5,45 triliun pada caturwulan I tahun 2024 atau 37,72% dari target yang telah ditetapkan sebesar Rp14,46 triliun.

Menurut Munawaroh, karena sektor jasa keuangan dan asuransi berbentuk badan usaha atau korporasi sehingga clear atau jelas dalam artian taxable. Sementara pada sektor penyediaan akomodasi makan minum, bentuk usahanya bisa ada perorangan sehingga mendapat fasilitas UMKM yang mana pengenaan pajak dengan omzet kurang dari Rp4,8 miliar dalam satu tahun, tarif pajak sangat rendah yaitu hanya 0,5 persen. “Ini yang mempengaruhi terhadap penerimaan atau kontribusi kenapa sektor jasa keuangan lebih tinggi dari penerimaan yang berasal dari akmamin, itu mempengaruhi penerimaan 2024 kontribusi penerimaan akmamin lebih kecil dibandingkan aktivitas keuangan dan asuransi,” jelasnya.

Baca juga:  Dua Upaya Ini Diklaim Mampu Menahan Perlambatan Ekonomi

Dia menambahkan, kepatuhan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) hingga April 2024 sejumlah 262.551 SPT Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) Karyawan, 36.468 SPT Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan, dan 32.398 SPT Wajib Pajak Badan. “Saya mengimbau kepada seluruh wajib pajak agar tetap melaporkan SPT Tahunannya walaupun periode pelaporan SPT Tahunan WP OP dan WP Badan telah melewati batas waktu untuk terhindar dari sanksi yang lebih berat,” tegas Nurbaeti.

Nurbaeti juga menerangkan isu terkini bahwa tarif pemotongan PPh Pasal 21 dalam bentuk tarif efektif (TER) bukan merupakan jenis pajak baru, sehingga tidak ada tambahan beban pajak baru yang ditimbulkan. TER ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 dengan tujuan untuk memberikan kemudahan bagi WP pemotong pajak (pemberi kerja) dalam melakukan penghitungan atas pemotongan PPh Pasal 21 bulanan sehingga dapat menekan kemungkinan salah hitung.

Baca juga:  Dari Pembunuhan Anggota Ormas hingga Tiga Zona Merah Sumbang Kasus COVID-19

“Penghitungan dalam pemotongan PPh Pasal 21 dalam ketentuan sebelumnya memiliki kompleksitas yang tinggi dan skema penghitungan yang sangat bervariasi, sehingga menyulitkan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban PPh Pasal 21. Oleh karena itu, TER ini diterbitkan untuk menyederhanakan penghitungan tersebut,” jelas Nurbaeti. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN