Ilustrasi. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Peraturan Pemerintah (PP) 21 tahun 2024 yang merupakan perubahan atas PP 25 tahun 2020 tentang penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) masih rancu dan menjadi pertanyaan bagi serikat pekerja di Bali. Pasalnya dengan iuran 3 persen dari upah UMK di Bali, tidak masuk akal untuk bisa membeli rumah ukuran di Bali dengan harga tanah yang kian mahal.

Ketua Federasi Serikat Pekerja Pariwisata (FSP Par) Badung, Slamet Suranto, Rabu (29/5) mengaku tak menentang ataupun menerima kebijakan baru ini. Namun, ia masih mempertanyakan tujuan akhir dari Tapera ini.

“Karena ada kalimat pembiayaan perumahan ini masih rancu, syarat iuran bagi pekerja swasta 0,5% dari perusahaan dan 2,5% dari kita, saya membayangkan masih jauh dari keperluan pembiayaan perumahan. Kalau uang muka saja belum tentu bisa. Jadi saya kurang sreg dan kurang pas untuk pekerja swasta,” tegasnya.

Baca juga:  Bali Semakin Merah, Zona Orange Cuma Sisa Dua!

Misalnya, masa kerja beberapa tahun, berapa uang yang dikumpulkan pada saat selesai bekerja nanti? Pembiayaan ini pun belum selesai untuk apa, apakah untuk uang muka, atau untuk simpanan saja, alias belum jelas. Maka perlu dikaji Tapera yang baru dan kondisi pekerja saat ini seperti apa, bebernya.

Dia memastikan adanya pengurangan upah pekerja yang mana kenaikan UMK saja masih terseok-seok. Lalu dipotong lagi untuk Tapera, maka akan menambah beban bagi pekerja dan perusahaan. Padahal belum tahu jelas tujuan dari Tapera ini. Maka dari itu ia masih mempertanyakan pemanfaatan program ini.

Baca juga:  Pengurugan Lahan di Timur Gedung Kesenian Diprotes Warga

Bercermin dari program BPJamsostek untuk pembiayaan perumahan, di Bali menurutnya tidak bisa berlaku karena nilainya kecil sekali. “Jadi program itu tidak terpakai karena di Bali untuk program ini belum bisa dijalankan,” tandasnya.

Mengingat program Tapera berlaku bagi semua pekerja termasuk ASN, bahkan ia mendengar beberapa pekerja sudah mulai dipotong namun belum tahu kepastian peruntukannya.

Ketua HIPMI Bali, Agus Pande Widura mengatakan, setuju dengan program ini karena menurutnya sudah tercantum dalam UUD 1945 bahwa setiap warga berhak memiliki tempat tinggal yang layak. Namun, hal itu tidak bisa dilakukan sepihak saja oleh negara, tapi juga harus ada “effort” dari masyarakat itu sendiri.

Baca juga:  Kembali Bukan Denpasar, Giliran Kabupaten Ini Jadi Penyumbang Kasus COVID-19 Harian Terbanyak

HIPMI berharap lakukan sosialisasi terhadap Tapera secara terstruktur dan menyeluruh. Yang kedua, dengan Tapera ini harus ada kemudahan-kemudahan untuk masyarakat untuk memiliki rumah.

Saat ini fenomena yang terjadi terutama di generasi Z, memiliki rumah itu hanya mimpi belaka. Karena harga di Bali yang terlalu mahal. Terhadap kondisi ini pemerintah harus menemukan solusi cara bagi masyarakat dengan harga terjangkau memiliki rumah. “Jangan sampai tabungan Tapera ini menjadi mubazir ke depannya. Terutama di daerah Bali yang harga rumah memang relatif mahal,” ujarnya.

Tabungan ini pun harus dapat diuangkan kembali apabila karyawan tidak membeli rumah. “Jangan sampai uang masyarakat kemudian hangus dan dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu,” pungkasnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN