JAKARTA, BALIPOST.com – Deflasi Indonesia tercatat sebesar 0,03 persen (month-to-month/mtm) pada Mei 2024 menjadi yang pertama sejak Agustus 2023.
“Terjadi deflasi di Mei 2024 setelah deflasi terakhir kali terjadi di Agustus 2023,” kata Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers di Jakarta, dikutip dari kantor berita Antara, Senin (3/6).
Secara bulanan, terjadi penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 106,40 pada April 2024, menjadi 106,37 pada Mei 2024. Dengan adanya perkembangan tersebut, inflasi tahunan mencapai 2,84 persen (year-on-year/yoy) dan inflasi tahun kalender 1,16 persen (year-to-date/ytd).
Amalia menilai beras memberikan andil terbesar terhadap deflasi bulanan sebesar 0,15 persen.
“Pada Mei 2024, beras kembali mengalami deflasi sebesar 3,59 persen, dan memberikan andil deflasi sebesar 0,15 persen,” ujarnya.
Menurutnya, kendatipun produksi beras mulai menurun, deflasi beras kembali terjadi karena ketersediaan stok yang masih memadai.
Selain beras, komoditas lain juga memiliki andil terhadap deflasi bulanan, antara lain daging ayam ras dan ikan segar masing-masing sebesar 0,03 persen, tomat dan cabai rawit masing-masing 0,02 persen, pepaya dan kentang masing-masing 0,01 persen.
Di samping itu, kelompok transportasi menjadi penyumbang andil deflasi kedua terbesar bulan ini. Deflasi kelompok transportasi tercatat sebesar 0,38 persen.
Kelompok transportasi menyumbang deflasi secara bulanan (mtm) sebesar 0,04 persen. Komoditas yang dominan memberikan andil deflasi yaitu tarif angkutan antar kota sebesar 0,03 persen, tarif angkutan udara 0,02 persen dan tarif kereta api sebesar 0,01 persen.
Lebih lanjut berdasarkan sebaran wilayah, Amalia menjelaskan sebanyak 24 dari 38 provinsi Indonesia mengalami inflasi. Sedangkan 14 lainnya mengalami deflasi.
“Inflasi tertinggi sebesar 2,00 persen terjadi di Papua Selatan sementara deflasi terdalam terjadi di Banten sebesar 0,52 persen,” ungkapnya. (Kmb/Balipost)