DENPASAR, BALIPOST.com – Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) masih menjadi polemik di kalangan masyarakat, meski akhirnya ditunda hingga 2027.
Di satu sisi program ini diharapkan mendidik masyarakat untuk menabung dan sisi lain membebani masyarakat karena sudah banyaknya potongan upah setiap bulannya. Yang belum diketahui pekerja, yang namanya Tapera belum tentu dapat rumah.
Hal tersebut terungkap dalam Dialog Merah Putih Bali Era Baru di Warung Bali Coffee 63, Denpasar, Rabu (12/6).
Guru Besar Ekonomi Undiknas, Prof. Dr. Ida Bagus Raka Suardana mengatakan, Tapera ini didasari UU Nomor 4 tahun 2016, PP 21 Tahun 2024 sebagai perubahan PP Nomor 25 Tahun 2020 yang awalnya hanya untuk PNS kini melebar kepada pegawai swasta.
Dikatakannya, tujuan dari program Tapera ini untuk menghimpun dana masyarakat. Jika dilihat dari peraturan yang memuat tentang tapera ini, dana yang dikumpulkan oleh pekerja tidak langsung akan bisa mendapatkan rumah melainkan mendapatkan dana untuk membeli rumah. Terlebih pencairan dana Tapera ini hanya bisa dilakukan setelah pemutusan hubungan kerja atau pensiun.
Pelaku usaha Dr. Panudiana Kuhn mengatakan, selain bagi pekerja, program ini juga menuai penolakan bagi pelaku usaha. Hal tersebut dikarenakan akan mengganggu psikologis pekerja dan tentu akan membebani kinerja yang pada akhirnya akan berpengaruh perusahaan.
Menurutnya, pekerja saat ini sudah dibebani dengan berbagai potongan dana setiap bulannya. Potongan Tapera tentunya akan menambah beban bagi para pekerja.
Sementara itu, Ketua DPD Realestat Indonesia (REI) Bali, Anak Agung Made Dharma Setiawan merespon positif program Tapera ini. Menurutnya program ini membantu mendidik masyarakat untuk menabung. (Widiastuti/bisnisbali)