JAKARTA, BALIPOST.com – Berdasarkan data United Nations Children’s Fund (UNICEF) 2023, Indonesia menempati peringkat empat dalam perkawinan anak global dengan jumlah kasus sebanyak 25,53 juta. Dampak perkawinan anak ini bersifat multisektoral dan menjadi masalah serius yang berkaitan dengan pelanggaran hak anak.
Data menunjukkan bahwa sekitar 1 dari 9 anak perempuan menikah dan memiliki anak sebelum mencapai usia 18 tahun. Oleh karena itu, upaya pencegahan perkawinan anak adalah hal yang sangat penting.
Menurut Psikolog Klinis Anak dan Remaja, Farraas Afiefah Muhdiar, M.Sc., M.Psi., semua pihak memiliki peran untuk memperkuat kesadaran akan dampak pernikahan dini. “Salah satu caranya dengan memberikan edukasi kepada anak-anak terkait dampak pernikahan dini dan membuka pintu bagi generasi muda untuk meraih masa depan yang lebih cerah dan terencana,” kata Farraas dalam keterangan tertulisnya.
Guna mengedukasi terkait penundaan pernikahan demi masa depan, mahasiswa LSPR Institut Jakarta menyelenggarakan acara Community Development Program. Program dengan tajuk “Tunda Dulu” ini menyasar sejumlah siswa SMP.
Ketua Pelaksana program Tunda Dulu, Keyshia Hianusa mengatakan pihaknya memberikan sosialisasi dan buku komik yang bertemakan pernikahan dini. Selain itu kegiatan lain yang diberikan adalah kelas pembinaan karir berupa kelas memasak dan kelas bisnis.
Kegiatan ini juga mengundang para pembicara, mulai dari organisasi dan psikolog untuk membahas isu tentang pernikahan dini. “Dalam “Tunda Dulu,” kami tidak hanya memberikan pemahaman mengenai dampak pernikahan dini, tetapi juga menginspirasi untuk merencanakan masa depan yang lebih baik sebelum mengambil langkah besar seperti menikah dini,” ungkapnya.
Kegiatan yang digelar mahasiswa Public Relations & Digital Communications ini juga menayangkan video dokumenter bertema “Terikat dalam Usia Muda: Menggali Realitas Pernikahan Dini” yang berisikan realita dan wawancara dari pasangan pernikahan dini, orang tua, perangkat desa serta sudut pandang professional yang ditujukan untuk mengangkat isu pernikahan dini dengan cara yang kreatif dan edukatif. “Kami tidak hanya menciptakan kesadaran akan bahaya pernikahan dini, tetapi juga membangun fondasi untuk sebuah masyarakat yang lebih setara dan berkelanjutan,” jelas Maylaffayza Wiguna, S.Sn, S.Sn, M.Sn sebagai dosen Community Development di LSPR Institute of Communication and Business.
Wiwin Supriyaningsih, S.Pd, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan dan Kehumasan SMPN 244 Jakarta menyambut baik adanya edukasi ini. Ia menilai program semacam ini merupakan langkah yang menginspirasi untuk memperkuat kesadaran akan isu pernikahan dini di kalangan remaja. “Dengan melibatkan siswa/i, orang tua, dan masyarakat, kami yakin dapat menciptakan dampak positif yang berkelanjutan,” ujarnya. (kmb/balipost)