DENPASAR, BALIPOST.com – Berdasarkan data, Bali rata-rata dikunjungi 18-20 ribu wisatawan per hari. Jika tidak diatur sedemikian rupa, overtourism di Bali dikhawatirkan bisa menimbulkan dampak negatif, baik bagi keberlangsungan adat, sosial, dan budaya
Terobosan teknologi Artificial Intelligence (AI) bisa menjadi salah satu solusi antisipasi overtourism di Bali. Teknologi kecerdasan buatan atau AI ini mampu merekomendasikan wisatawan kapan waktu dan pilihan objek wisata apa yang disarankan agar terhindar dari penumpukan dan macetnya lalu lintas menuju perjalanan.
“Jadi bisa mengarahkan pemerataan wisatawan misal, hari ini jangan dulu ke Ubud pergi ke daerah lain, besok baru ke Ubud. andai seperti itu misalnya. AI bisa mengatur agar jangan sampai overtourism di beberapa tempat,” ungkap Ketua Bali Tourism Board (BTB) atau Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali Ida Bagus Partha Adnyana, Sabtu (15/6) saat menjadi salah satu narasumber Seminar Artificial Intelligence (AI): Penerapan AI pada Industri dan Pemerintahan di Bali, di KEK Kura Kura Bali, Serangan, Denpasar.
Disebutkan teknologi AI sangat berguna ke depan bagi pariwisata karena kecepatannya memberikan data pengguna dan fleksitibilitasnya. Dengan begitu wisatawan yang berkunjung juga menikmati perjalanannya berwisata secara menyenangkan.
“Kalau misal mau ke Uluwatu sudah jauh dari Canggu atau Ubud ternyata tiket habis atau macet, teknologi AI bisa menyarankan kapan datang, jam berapa, rute mana yang ditempuh atau disarankan. Ini menyenangkan buat semua orang,” ujar pria yang akrab dipanggil Gus Agung ini.
Pihaknya saat ini memang sedang merancang suatu sistem aplikasi berbasis AI di setiap destinasi wisata di Bali. Harapannya, wisatawan yang sudah mereservasi secara online nantinya bisa diatur oleh sistem yang akan merekomendasikan waktu kapan sebaiknya berkunjung.
“Kita lagi merancang terutama Bali dengan masalah kemacetan, sistem AI di setiap destinasi. Kita hitung caring capacity misal destinasi Uluwatu memang sudah booking secara online tapi sistem nantinya akan mengatur jam berapa sebaiknya datang ke Uluwatu kalau hari ini penuh kapan yang available,” papar Gus Agung.
Dari sisi hotel sendiri, pemanfaatan AI bisa digunakan untuk operasional untuk membantu lebih cepat dan fleksibel dari mulai mengelola inventarisir staf dan pemeliharaan.
Sedangkan di destinasi, wisatawan akan merasakan peningkatan pengalaman di objek wisata dengan fitur teknologi augmented reality yang nantinya bisa memberikan informasi budaya, sejarah, dan fakta tentang situs secara real time.
“Sekarang tidak perlu mengikuti paket tur seluruhnya. Ini yang menarik jadi bisa buat pre arrival, bisa memancing orang lebih banyak wisatawan berkunjung,” katanya.
President of United in Diversity Tantowi Yahya mengatakan, pariwisata adalah industri berbasis manusia. “Jadi AI tidak boleh di depan, tetap manusia di depan karena hanya manusia sensing hospitality, dan tak bisa tergantikan,” ujarnya.
Ditanya soal rencana pengembangan KEK Kura Kura Bali menjadi pusat AI, Tantowi mengatakan, Kura-kura Bali dibangun dalam tiga klaster yaitu learning, living dan lifestyle. “Kita sudah menjalin kerjasama dengan Tsing Hua University yang sangat unggul di bidang ilmu ilmu baru berbasis digital dan AI. Mimpi besar kita adalah kita ingin membangun AI center di sini,” ujarnya.
Pakar ekonomi Trisno Nugroho mengatakan, meski ada kelebihan dan kekurangan dari perkembangan AI seperti terjadinya disrupsi pada bidang bidang tertentu namun AI lebih banyak untungnya di bidang ekonomi. Sebab, akan menjadikan pelaku ekonomi lebih efisien dan produktif.
CEO Bamboomedia Group I Wayan Satya Dharmawan mengatakan, setiap masalah menciptakan inovasi dan AI ada karena ada masalah yang ingin coba diselesaikan. Namum dengan perkembangan AI, maka akan ada yang terdisrupsi misalnya pola pola yang sudah dilakukan selama ini. “Jadi ini jadi peluang dan tantangan baru. Namun perlu diingat apapun perkembangan teknologi, tetap harus memperhatikan etika dan keberlanjutan,” tandasnya. (Citta Maya/balipost)