DENPASAR, BALIPOST.com – Tradisi ngejot saat hari besar keagamaan masih rutin dilaksanakan masyarakat Bali. Tak hanya umat Hindu, masyarakat yang beragama lain pun melakukan tradisi ini sebagai tanda berbagi kepada sesama.
Tradisi ini pun rutin dilakukan saat Iduladha, seperti dalam perayaan tahun ini yang jatuh pada Senin (17/6). Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) melakukan pemotongan hewan kurban dan melaksanakan tradisi ngejot.
Menurut Wakil Ketua DPW LDII Bali, Hardilan dan Agus Purmadi tradisi ngejot ini memang rutin dilakukan setiap hari raya keagamaan. Tradisi ini masih dilaksanakan sebagai bentuk dari semangat persaudaraan sosial dan toleransi antarumat beragama. “Terdapat tradisi unik yang telah dilakukan oleh LDII Bali selama bertahun-tahun, yaitu ngejot atau membagikan daging kurban kepada umat non-muslim, termasuk umat Hindu yang tinggal di sekitar,” ujar Hardilan.
Dalam pelaksanaan Iduladha tahun ini, Wali Kota Denpasar, IGN Jaya Negara, menyumbangkan hewan kurban. Selain itu, perwakilan dari Puri Gerenceng juga menyerahkan seekor sapi untuk kurban.
Ditambahkan Agus, pihaknya tidak memandang suku dan agama dalam membagikan daging kurban ini. “Kita tidak memandang suku dan agama, kita berbagi dengan semua,” ujar Agus di sela-sela pemotongan kurban yang digelar di Gedung Serbaguna LDII Bali, Denpasar, Bali.
Ia mengutarakan untuk tahun ini pihaknya memotong 131 ekor sapi dan 278 kambing yang akan dijadikan sekitar 12.000 paket daging kurban. Belasan ribu paket ini akan disebar di 7 kabupaten/kota, kecuali Bangli dan Klungkung. “Kami memiliki 7 PAC (Pengurus Anak Cabang) di seluruh Bali, kecuali di Bangli dan Klungkung,” ungkapnya.
Sementara itu, salah satu umat Hindu yang menerima daging “jotan”, Turah Gede BM, mengaku sudah sudah lama bertetangga dengan LDII Bali. Ia pun tidak merasa terganggu oleh aktivitas keagamaan yang dilakukan oleh warga LDII.
Ia mengatakan tradisi seperti ini sudah ada sejak dulu. Kadang-kadang kami juga saling berbagi saat hari raya Galungan dan Kuningan. Ini merupakan bentuk toleransi. Intinya, kebersamaan itu adalah indah. Apapun agamanya,” ujar Turah yang berasal dari Puri Carangsari ini. (Diah Dewi/balipost)