Arsip foto - Para petugas medis berjalan di sebuah rumah sakit di Daegu, Korea Selatan (15/3/2000). (BP/Ant)

SEOUL, BALIPOST.com – Pemogokan tanpa batas waktu dilakukan para profesor kedokteran yang bekerja di rumah-rumah sakit yang berafiliasi dengan Universitas Nasional Seoul (SNU) pada Senin.

Sekitar 55 persen profesor diperkirakan akan bergabung dalam gerakan menentang reformasi medis pemerintah. Sebanyak 529 profesor di empat rumah sakit telah menyatakan tekad untuk mogok kerja.

Keempat rumah sakit yang dimaksud itu adalah Rumah Sakit SNU, Rumah Sakit SNU Bundang, Pusat Medis SNU Boramae Pemerintah Metropolitan Seoul, dan Pusat Sistem Perawatan Kesehatan Rumah Sakit SNU Gangnam Center.

Namun, ruang gawat darurat dan perawatan untuk pasien yang sakit kritis tidak akan terpengaruh, kata pejabat rumah sakit.

“Kami hanya menghentikan perawatan bagi pasien yang dapat menerima perawatan di rumah sakit lain atau yang kondisinya tidak akan terpengaruh oleh penundaan sementara dalam perawatan,” kata komite darurat profesor kedokteran SNU, seperti dikutip dari kantor berita Antara, Senin (17/6).

Baca juga:  Bupati Artha Ingatkan ODP, Jika Tolak Rapid Test Ini Risikonya

“Sementara rumah sakit akan terus memberikan perawatan bagi pasien dengan penyakit kritis atau langka, jumlah perawatan sebenarnya akan berkurang sebesar 40 persen karena pemogokan tersebut,” ujar komite itu.

Meski ada protes keras dari para dokter yang masih magang, pemerintah akhirnya menyelesaikan kenaikan kuota penerimaan sekitar 1.500 mahasiswa kedokteran pada akhir bulan lalu. Kenaikan itu merupakan peningkatan pertama dalam 27 tahun.

Sebuah kelompok advokasi pasien mendesak para profesor kedokteran SNU untuk tidak mogok, dan menyoroti bahwa keadaan pasien dengan gejala yang tidak kritis juga mengkhawatirkan–seperti halnya pasien-pasien yang memiliki kondisi serius.

“Mengambil keuntungan dari kekhawatiran dan kerugian yang dialami pasien untuk menekan pemerintah adalah langkah yang tidak dapat dibenarkan dalam keadaan apa pun,” kata Organisasi Aliansi Pasien Korea melalui pernyataan.

Baca juga:  Hasil Audit, Segini Dana Kampanye Dihabiskan Dua Paslon Pilbup Bangli

Organisasi itu menambahkan bahwa keselamatan pasien mungkin dipertaruhkan jika para profesor kedokteran melakukan pemogokan, karena layanan medis telah terganggu akibat pemogokan dokter junior yang telah berlangsung selama hampir empat bulan.

Sementara itu, pemerintah mendesak para pimpinan rumah sakit SNU untuk tidak mengizinkan pemogokan serta agar mempertimbangkan untuk mewajibkan para profesor mengganti kerugian yang ditimbulkan oleh rumah sakit akibat tindakan kolektif tersebut.

Pemogokan yang dilakukan oleh para profesor kedokteran SNU terjadi sehari sebelum pemogokan dokter umum berskala nasional dijadwalkan berlangsung pada Selasa.

Pemogokan massal itu diselenggarakan oleh Asosiasi Medis Korea (KMA), yang adalah kelompok lobi dokter terkemuka di Korea Selatan.

Baca juga:  Instrumen Baru Implementasi Prokes, Kemenkes Siapkan Sertifikat Vaksinasi

Pemerintah telah memerintahkan para dokter umum untuk terus memberikan perawatan medis dan melaporkan kepada pihak berwenang jika mereka menutup praktiknya pada hari terjadinya mogok kerja.

Pemerintah akan mengeluarkan perintah lain bagi dokter umum untuk kembali bekerja jika lebih dari 30 persen dari mereka bergabung dalam aksi mogok yang direncanakan.

Sehari sebelumnya, KMA mengumumkan akan mempertimbangkan untuk menunda pemogokan jika pemerintah setuju untuk memulai kembali diskusi mengenai peningkatan kuota sekolah kedokteran dari awal.

Pemogokan, menurut mereka, juga bisa ditangguhkan jika semua perintah administratif yang dikeluarkan terhadap dokter peserta pelatihan yang telah meninggalkan rumah sakit sejak Februari dibatalkan.

Namun, Kementerian Kesehatan menolak permintaan tersebut. Kemenkes Korsel menyatakan tidak pantas bagi KMA untuk mengajukan tuntutan kebijakan kepada pemerintah dalam kondisi pemogokan ilegal. (Kmb/Balipost)

BAGIKAN