Proses kremasi jenazah terlantar yang dilakukan Pemprov Bali, di Perabuan Dharma Kerti Pura Dalem Desa Adat Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Rabu (19/6). (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sebanyak 11 jenazah terlantar di RSUP Prof. Ngoerah, Denpasar dikremasi oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali melalui Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Provinsi Bali. Pelaksanaan kremasi dilaksanakan selama 2 hari.

Hari pertama, Rabu (19/6) ada 5 jenazah terlantar yang dikremasi di Perabuan Dharma Kerti Pura Dalem Desa Adat Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung. Sedangkan, 6 jenazah terlantar akan dikremasi, Kamis (20/6), di tempat yang sama.

Kepala Dinsos P3A Provinsi Bali, Luh Ayu Aryani, mengatakan bahwa pada tahun 2024 kremasi jenazah terlantar dianggarkan melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Bali untuk 14 paket/peti. Sebanyak 11 jenazah yang terlantar tanda identitas sudah ada pembebasan untuk dikremasi. “Kremasi kami lakukan 2 hari sebanyak 11 jenazah terlantar yang sudah ada pembebasan untuk dikremasi,” jelasnya.

Baca juga:  Soal Izin Lokasi Rencana Reklamasi Teluk Benoa, ForBALI Bersurat ke Susi Pudjiastuti

Prosesi selanjutnya “Nganyut” dilaksanakan di hari kedua tanggal 20 Juni 2024 di tempat Penganyutan Desa Adat Kerobokan. Menurut Aryani, dengan dilaksanakannya kremasi secara Hindu ini, maka diharapkan dapat menyempurnakan jenazah kembali ke Sang Pencipta, menyucikan roh/atma yang telah meninggal dunia dan mempercepat kembalinya jasad ke alam asalnya.

Selain itu dapat mengembalikan unsur-unsur pembentuk badan kasar manusia yang disebut Panca Maha Butha kembali ke asalnya. Menurutnya, setiap orang yang beragama Hindu meninggal dunia, wajib dijadikan kembali sebagai abu agar atma/roh bisa mencapai surga/moksa.

Baca juga:  Kunjungan Wisdom Membaik, Gubernur Koster Sebut Capai Puluhan Ribu Orang Sehari

Terkait dengan jenazah terlantar yang ditangani adalah jenazah yang ditemukan tanpa identitas dan juga ada yang beridentitas namun pihak keluarga tidak mau menerima jenazahnya. Jenazah yang ditolak oleh keluarga biasanya pendatang.

Sehingga, menjadi kewajiban pemerintah dalam hal ini Pemprov Bali untuk mengurus jenazah terlantar tersebut. “Sudah menjadi kewajiban bagi setiap orang untuk saling memanusiakan manusia. Sekaligus menjadi hak bagi setiap orang untuk mendapatkan perlakuan yang layak sebagai seorang manusia, mulai dari lahir hingga wafat,” tandas Aryani. (Ketut Winata/balipost)

Baca juga:  SGV Gelar Buka Puasa Bersama
BAGIKAN