DENPASAR, BALIPOST.com – Bali sebagai daerah tujuan pariwisata domestik dan internasional, juga memiliki risiko bencana yang tinggi. Karena hal ini, peningkatan kapasitas penyelenggaraan penanggulangan bencana pada sektor dunia usaha pariwisata dianggap sebagai langkah yang mendesak untuk dilakukan.
Maka mulai tahun 2013, Provinsi Bali menginisiasi program Sertifikasi Kesiapsiagaan Bencana (SKB) bagi dunia usaha pariwisata penting dilakukan. Kalaksa BPBD Provinsi Bali, I Made Rentin, menjelaskan Sertifikasi Kesiapsiagaan Bencana merupakan bentuk nyata kolaborasi pemerintah dengan dunia usaha khususnya pariwisata dalam upaya peningkatan Kesiapsiagaan Bencana dan Pengurangan Risiko Bencana di Bali.
Dikatakan, pada awal pelaksanaan SKB belum ada regulasi yang kuat sebagai dasar pelaksanaan SKB. Berkaca dari hal tersebut, Pemerintah Provinsi Bali telah menetapkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2020 tentang Standar Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali yang didalamnya juga memuat kewajiban bagi pengusaha/pengelola pariwisata untuk menyusun program dan rencana aksi penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Sebagai turunan dari Perda tersebut, telah ditetapkan Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 52 Tahun 2021 Tentang Peraturan Pelaksanaan Perda Nomor 5 tahun 2020 Tentang Standar Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali, yang juga mengatur tentang penyelenggaraan sertifikasi kesiapsiagaan bencana bagi Pengusaha/Pengelola Usaha Pariwisata yang telah melaksanakan peningkatan kapasitas dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Selain itu, pada tahun 2024 Tim SKB juga telah melakukan update panduan SKB yang mengakomodasi isu adaptasi perubahan iklim dan pengarusutamaan GEDSI (Gender Equality, Disability, and Social Inclusion) untuk memperkuat upaya pengurangan risiko bencana yang inklusif. “Dari Tahun 2014 sampai tahun 2023 baru tercatat 99 hotel yang telah tersertifikasi. Jumlah ini menunjukkan masih banyak dunia usaha pariwisata dan dunia usaha diluar pariwisata yang masih harus dijangkau oleh Tim Sertifikasi Kesiapsiagaan Bencana,” tandas Rentin disela-sela acara Deklarasi Pembentukan Forum Komunikasi Multisektor SKB, di Sanur, Kamis (20/6).
Oleh karena itu, untuk meningkatkan jangkauan SKB, Tim SKB mengambil langkah strategis untuk melakukan percepatan penyelenggaraan sKB melalui 5 langkah strategis. Yaitu, penguatan regulasi, peningkatan kapasitas sumber daya, penyediaan pendanaan, kemitraan dan optimalisasi teknologi (digital) yang dituangkan dalam Dokumen Strategi Percepatan SKB.
“Pada aspek kemitraan inilah Forum Komunikasi Multisektor SKB yang dideklarasikan pembentukannya ini memiliki peran yang sangat penting sebagai wadah berbagi informasi dan sumber daya demi peningkatan kapasitas sertifikasi kesiapsiagaan bencana di Bali,” ujarnya.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali, I Dewa Made Indra, berharap Kajian Risiko Bencana dan Rencana Penanggulangan Bencana idealnya dapat menjadi dokumen rujukan dalam Perencanaan Pembangunan Daerah. Untuk dapat menjadi dokumen yang dirujuk dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah, legalisasi dokumen Kajian Risiko Bencana (KRB) dan Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) menjadi hal yang penting.
Selain legalisasi, dokumen KRB dan RPB harus dapat digunakan dan diintegrasikan ke dalam dokumen rencana pembangunan daerah. Kualitas dokumen dan periode waktu penyusunan yang selaras dengan penyusunan dokumen perencanaan pembangunan menjadi hal yang penting juga untuk disepakati. (Ketut Winata/balipost)