DENPASAR, BALIPOST.com – Pura Kahyangan Tiga idealnya ada di setiap desa adat. Maka dari itu, Desa Adat Pohgading, Desa Ubung Kaja, Kecamatan Denpasar Utara fokus untuk membangun parahyangan yaitu pura desa dan puseh secara fisik.

Bandesa Adat Pohgading, I Wayan Mirta, belum lama ini mengatakan, lebih fokus membangun di bidang parahyangan karena Desa Adat Pohgading sejak pemekaran belum memiliki pura desa dan pura puseh. Sementara setiap desa adat idealnya memiliki Kahyangan Tiga yaitu Pura Desa, Pura Puseh dan Pura Dalem.

Untuk itu, di masa kepemimpinannya akan fokus membangun Pura Desa agar krama Desa Pohgading memiliki tempat persembahyangan. Meski secara umum, program desa adat di tiga bidang yaitu parahyangan, pawongan dan palemahan.

Baca juga:  Desa Adat Manikliyu Rayakan Galungan “Mabunga”

Secara historis, Desa Adat Pohgading merupakan satu kesatuan dengan Desa Adat Peguyangan. Setelah pemekaran tahun 1948, menjadi Desa Adat Pohgading, yang mana secara kewilayahan, hanya memiliki pura dalem saat itu. Sedangkan pura desa dan puseh terpisah, yang mana letaknya di hulu berdasarkan konsep Hindu sehingga letaknya ada di Desa Adat Peguyangan.

Dengan mekarnya wilayah Desa Adat Pohgading dan Peguyangan sehingga Desa Adat Pohgading tak memiliki pura desa dan pura puseh. Dalam pengajuan ide tersebut ada pertentangan dari sekelompok masyarakat yang beralasan bahwa masyarakat adat secara finansial saat itu belum mampu membangun dua pura yaitu pura desa dan puseh. Saat itu jumlah krama 900 KK dan saat ini telah berkembang menjadi 1.000 KK dengan 12 banjar adat sebagai pengempon pura.

Baca juga:  Desa Adat Kota Tabanan Bangun Parkir Umum di Sekitar Setra Gandamayu

Kedua belas banjar tersebut yaitu Banjar Binoh Klod, Binoh Kaja, Dauh Kutuh, Pohgading, Anyar – anyar, Tulangampiang, Batu Mekaem, Tegal Kangin, Tegal Kauh, Pemangkalan, Liligundi, Petangan Gede. Saat ini pura desa dan puseh sudah terbangun 70 persen. Bangunan pelinggih – pelinggih di pura puseh sudah terbangun diantaranya, meru, gedong, padmasana, pelinggih pertiwi, bale gong dan lainnya.

Untuk menyelesaikan pembangunan pura yang diperkirakan menelan biaya Rp3 miliar, desa adat mengupayakan untuk mengoptimalkan sumber pendapatan dari LPD, pengelolaan pasar, aset desa, dana pemerintah provinsi sebesar Rp300 juta, BKK kota Rp50 juta, sisanya memohon bantuan dari berbagai bansos seperti Kabupaten Badung. Selama ini, LPD memberikan kontribusi paling besar ke desa adat yaitu Rp700 juta. (Citta Maya/balipost)

Baca juga:  Tambah Lagi, Korban Jiwa Gudang Elpiji Terbakar Jadi 14 Orang

Tonton selengkapnya di video

BAGIKAN