Sanggar Seni Cudamani, Banjar Pengosekan Ubud, Gianyar tampilkan gending pelegongan gegenderan pada PKB XLVI Tahun 2024, di Gedung Ksirarnawa,Taman Budaya Bali, Kamis (20/6). (BP/Win)

DENPASAR, BALIPOST.com – Pelegongan klasik dan karya baru dibawakan seniman cekatan lintas generasi persembahan Sanggar Seni Cudamani, Banjar Pengosekan Ubud, Gianyar, mengingatkan kembali kesungguhan karya-karya maestro di zaman dulu untuk dapat dinikmati saat ini. Sejalan dengan tema “Jana Kerthi Paramaguna Wikrama, sanggar ini tampil apik di ajang Pesta Kesenian Bali ( PKB) ke-46, di Gedung Ksirarnawa,Taman Budaya Bali, Kamis (20/6).

Sanggar Cudamani di bawah asuhan komposer I Dewa Putu Berata menampilkan 7 karya tabuh dan tari. Yakni, 3 karya yang dibawakan dari kalangan dewasa dan 4 karya disajikan oleh kalangan remaja. Satu diantaranya terdapat gending cukup tua diperkirakan diciptakan sekitar tahun 1970-an dan kembali dibangkitkan karena hampir punah.

Gending ini direkonstruksi ulang Sanggar Cudamani bersama Dewa Putu Berata. Gending pelegongan gegenderan itu tidak ditemukan dalam rekaman maupun chanel YouTube. Karya tabuh ini berjudul Pelegongan Crucuk Punyah, karya almarhum I Wayan Gerinem, asal Banjar Teges Kanginan.

Pelegongan Crucuk Punyah, gegenderan yang bernuansa tersendat-sendat dan bersahutan yang bernuansa ceria ini menggambarkan kehidupan satwa burung yang lagi bercengkrama saling bersahutan dan saling mengungguli satu sama lainnya bagaikan sedang mabuk). Ide gending ini diambil dari gending Gender Wayang. Tabuh ini diajarkan oleh Wayan Lantir dari Br. Teges Kanginan, Peliatan, Ubud, dan spesial disajikan dalam pentas PKB 2024.

Baca juga:  Direkonstruksi, Terungkap Penganiayaan Berujung Tewasnya Sri Widayu

“Tabuh gending ini sudah puluhan tahun tak terdengar. Rekaman digital, seperti di Youtube dan layanan streaming lainnya, tidak ada. Kami di Sanggar Seni Çudamani sangat menginginkan gending ini tetap hidup,sehingga kami mengundang Bapak Lantir anak dari pencipta Alm. I Wayan Gerinem sebagai guru untuk mengajarkan langsung kepada kami,” tutur Ketua Sanggar Cudamani, I Dewa Putu Berata, disela penampilanya.

Ia mengungkapkan, perkembangan anak muda dalam pelestarian seni pelegongan saat ini cukup baik, bahkan bangkit kembali. Hal ini menjadi kebanggaan baginya, dimana upaya-upaya generasi muda mulai menekuni dan melakukan gerakan pelestarian, seperti membangkitan legong lama yang sudah tak terdengar lagi. “Gending – gending lama memang digarap para pencipta yang cukup lama dan berulang-ulang sehingga karya-karya itu sangat matang dan metaksu,” ungkapnya.

Seperti karya tabuh kreasi Barong Landung yang juga ditampilkan di panggung PKB tahun ini, merupakan hasil dari kebangkitan tabuh-tabuh klasik yang jarang didengar. “Terinspirasi dari nyanyian-nyanyian Jero Gede dan Jero Luh dalam Barong Landung, lewat ayah saya bernama I Dewa Nyoman Sura, saya mendapat segaris melody sebagai sumber garapan ini. Ceritanya, saya pernah menonton Barong Landung Sesuhunan Pura Dalem Peliatan dimana Penata melihat persembahan terakhir ayah saya, (almarhum) dengan Gurunya Pekak I Made Lebah (almarhum) sebagai pasangan kendang terakhir kalinya, setelah hampir 20 tahun mereka tak berpasangan lagi. Beliau berdua sangat piawai dan terkenal dalam berpasangan kendang arja geguntangan yang sudah biasa mengiringi Sekaa Arja yang ada di desanya pada tahun 60-an, Untuk mengenang kejadian yang unik dan tak dijumpai lagi, saya menggarap Tabuh Barong Landung ini,” kata Dewa Putu Berata.

Baca juga:  Rekonstruksi Pembunuhan Berencana Brigadir J di Dua TKP

Dewa Berata meyakini ke depan pelegongan akan terus berkembang, dengan catatan dalam menekuni seni pelegongan baik tabuh dan tari, benar-benar serius jangan abai (ampah). “Saya banyak melihat para penabuh saat ini kurang menghayati, kurang percaya diri, bukan saja di pelegongan saja namun di seni tabuh yang lain, saya sendiri di sanggar berusaha menerapkan belajar tabuh bagaimana mencari enaknya, kita main dengan senang hati, sehingga mampu gending yang dibawakan itu hidup, tiang dekatkan pola itu kepada anak-anak di sanggar,” pesannya.

Baca juga:  Rekonstruksi Entitas LPD

Dalam pementasan Sanggar Cudamani di panggung Ksirarnawa itu juga menyajikan karya-karya kreasi lainya diantaranya, Tari Legong Gering. Gering adalah sebuah istilah untuk pandemi, dimana suatu daerah ada dalam situasi kesehatan yang buruk, mengalami grubug di mana para warga kena penyakit, seperti serangan Covid-19 beberapa tahun yang lalu. Garapan legong ini ditata I Nyoman Cerita (almarhum), sedangkan penata tabuh I Dewa Putu Berata dan I Dewa Ketut Alit.

Selama ini Çudamani berhasil menggali dan merekonstruksi seni tari dan tabuh yang hampir punah. Beberapa kesenian yang direkonstruksi dan bertahan sampai saat ini, bahkan berkembang di desa kelahirannya. Sebut saja Legong Candrakanta, Legong Sudarsana, Kebyar Duduk gaya Sampih, Kebyar Truna Gandrung, Kebyar Pengeleb Buleleng, Pudak Sinunggal Buleleng, Tabuh Sekatian gaya Paketan Buleleng, Tabuh Sekatian gaya Payangan dan Gending Crukcuk Punyah.

Untuk diketahui, Sanggar Seni Çudamani didirikan oleh I Dewa Putu Berata pada tanggal 28 Oktober 1997, bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda, di Banjar Pengosekan, Desa Mas, Ubud, Gianyar. Çudamani memiliki visi dan misi untuk menggali, melestarikan, dan mempersembahkan seni tari dan tabuh Bali yang berkualitas. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN