Viraguna Bagoes Oka. (BP/kmb)

DENPASAR, BALIPOST.com – Bali tidak memiliki sumber daya alam (SDA). Hanya bermodalkan alam dan budaya yang indah. Faktanya, Bali mampu mendatangkan turis asing yang menghasilkan devisa.

Selama Bali belum memiliki kewenangan/otoritas untuk mengelola dana mandiri, Bali akan terus dieksploitasi kebijakan pemerintah pusat yang cenderung ugal-ugalan. Hal itu diungkapkan pengamat ekonomi Bali Viraguna Bagoes Oka, Senin (24/6).

Dia mengatakan dana mandiri bidang pariwisata ini dalam mewujudkan Bali sebagai tujuan wisata dunia yang nyaman, aman, harmoni berlandaskan THK dan budaya Bali adiluhung. “Jika Bali tidak memiliki kewenangan dan otoritas khusus atas ketiga aspek di atas, Bali akan tetap amburadul karena terus-menerus dieksploitasi secara ugal-ugalan oleh kebijakan pemerintah pusat yang cenderung pragmatis, politis dan koruptif.  Ibarat lagu, Kembalikan Baliku Padaku,” katanya.

Ia menegaskan untuk dapat menjamin kesejahteraan masyarakat Bali, perlu kemandirian sumber dana. Dia mengatakan, wakil rakyat Bali di pusat sudah semestinya dan wajib diperjuangkan agar kemandirian sumber dana seperti dari hasil pungutan PPn untuk Bali.

Baca juga:  Sepuluh Unit Damkar dari 3 Kabupaten/kota Dikerahkan

Sehingga sudah sangat mendesak Bali diberikan kewenangan khusus dalam pengelolaan dana Visa on Arrival (VoA), pengelolaan keimigrasian dan kewenangan khusus investasi masuk Bali.

Berdasarkan data DJPb Bali, sumber dana Bali saat ini di antaranya, dari pagu transfer pemerintah pusat 2024 sebesar Rp13,4 triliun dan PAD 2024 dengan pagu Rp17,7 Triliun. Pajak daerah Rp14 triliun terdiri dari retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain lain PAD yang sah dari pendapatan daerah.

Sumber dana tersebut menurut Viraguna tidak cukup untuk dana operasional dan bahkan negatif untuk pembangunan. Apalagi ketergantungan sumber dana dari pemerintah pusat cukup besar yaitu Rp13,4 triliun tahun 2024 yang mana di dalamnya termasuk DBH, DAU, DAK fisik dan non fisik, dan desa, DID. Sehingga 50 persennya sumber pendanaan pembangunan di Bali bersumber dari pemerintah pusat.

Baca juga:  Wabup Suiasa Paparkan Kinerja Penyelenggaraan PTSP dan PPB Kabupaten Badung

Sementara pendapatan dan hibah negara yang diperoleh dari Bali 2024 dengan target Rp19,5 triliun meliputi pendapatan dari penerimaan dalam negeri (penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak).

“Bali tidak memiliki sumber dana mandiri untuk mengatasi infrastruktur, kemacetan, sampah, kualitas dan kenyamanan sebagai destinasi wisata dunia yang berkualitas (quality tourism),” ujarnya.

Sementara itu Ketua BTB IB Agung Partha Adnyana mengatakan, Bali perlu meminta alokasi dana. Meskipun kontribusinya 2%, namun Bali merupakan pusat pariwisata utama Indonesia, yang membawa devisa melalui sektor ini. Kesejahteraan ekonomi Bali sangat tergantung pada pariwisata.

Dia membandingkan Bali dengan Pulau Jawa yang memiliki diversifikasi ekonomi lebih beragam, termasuk sektor industri, jasa, dan perdagangan, sehingga menghasilkan PDRB yang lebih besar.

Dengan meningkatnya wisman agar wisman tetap ke Indonesia yang masuk melalui Bali hampir 50%-nya, maka pemerintah pusat perlu membantu penyediaan infrastruktur pariwisata di Bali. Dana ini bisa dipakai perbaikan jalan, menangani sampah, bandara, adat, budaya agar Bali tetap mampu dan menarik wisman ke Indonesia.

Baca juga:  Dana Reklamasi Galian C Senilai Rp 1 Miliar Lebih Jadi Temuan BPK

Menurut situs resmi DJPb Kemenkeu DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH dilakukan berdasarkan prinsip by origin dan based on actual revenue, artinya penyaluran DBH berdasarkan realisasi penerimaan tahun anggaran berjalan (Pasal 23 UU 33/2004).

Jenis DBH ada dua yaitu DBH Pajak dan DBH SDA. DBH Pajak di antaranya,  DBH PBB, DBH PPh, DBH Cukai Hasil Tembakau (CHT). Sedangkan DBH SDA di antaranya, DBH kehutanan, mineral dan batubara, minyak bumi dan gas bumi, pengusahaan panas bumi, perikanan. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN