JAKARTA, BALIPOST.com – Inggris menjadi tim yang kesulitan mencetak peluang dan hanya mengemas dua gol dari dua pertandingan pertamanya. Padahal mereka dipenuhi talenta-talenta menyerang yang hebat.
Dikutip dari Kantor Berita Antara, hal ini pula yang menjadi pusat kritik dari para penggemar Three Lions kepada pelatih mereka, Gareth Southgate, yang didesak agar merombak skuadnya.
Bisa dibilang pertandingan terakhir Grup C antara Inggris dan Slovenia di Stadion RheinEnergie, Cologne, Jerman, pada Rabu dini pukul 02.00 WIB nanti itu adalah upaya Southgate dalam menjawab kritik publik.
Inggris sendiri tetap menjadi tim yang diunggulkan memenangkan laga ini, apalagi dari enam pertemuan kedua tim sebelumnya, Slovenia tak pernah bisa mengalahkan Inggris.
Tetapi hasil seri masih berpeluang mengantarkan Slovenia ke fase gugur, dengan menggenggam tiket sebagai salah satu dari empat tim berperingkat ketiga terbaik.
Slovenia bisa mengeksploitasi masalah pada barisan serang Inggris, walau mungkin dalam laga ini Southgate sudah menemukan formula untuk mengatasi tumpulnya lini depan skuadnya.
Namun demikian, satu poin dari laga melawan Slovenia sebenarnya sudah cukup bagi Inggris untuk masuk 16 besar sebagai juara grup, sehingga mendapatkan lawan yang mungkin lebih ringan.
Sebaliknya, jika kalah, dan saat bersamaan Denmark menang, Three Lions yang dalam skenario ini tetap lolos ke fase grup sebagai tim berperingkat tiga terbaik, berisiko untuk semakin dikecam masyarakat sepak bolanya sendiri.
Harry Kane cs sendiri tentu membuang jauh-jauh skenario yang terakhir itu, apalagi mereka bernafsu memperpanjang catatan tak terkalahkan Three Lions dalam fase grup pada empat edisi Piala Eropa berturut-turut setelah 2012, 2016 dan 2020.
Meskipun mengumpulkan poin yang paling banyak sehingga memuncaki Grup C dan memiliki jelajah lapangan terjauh dengan rata-rata 113,3 km, Three Lions adalah tim yang tergolong irit menciptakan peluang.
Dari dua pertandingan sebelumnya, pasukan Southgate hanya membuat total 17 peluang yang 7 di antaranya tepat sasaran. Padahal, rata-rata peluang yang dibuat Serbia dan Denmark di atas 20 peluang.
Slovenia sendiri juga membuat 17 peluang yang 6 di antaranya tepat sasaran. Fakta ini terasa ironis mengingat skuad Inggris jauh lebih mentereng dibandingkan dengan tiga tim lain dalam Grup C, khususnya Slovenia.
Seharusnya kelebihan dalam hampir semua skala itu membuat Inggris menjadi tim yang paling eksplosif.
Mereka adalah tim bertabur bintang bergaji rata-rata sangat tinggi yang valuasi pasarnya paling besar dibandingkan dengan tim-tim Euro 2024 yang lain.
Valuasi skuad Inggris mencapai 1,382 miliar euro (Rp24,3 triliun). Angka ini hampir sepuluh kali lipat valuasi skuad Slovenia yang “hanya” 169,6 juta euro (Rp2,9 triliun) atau terendah di Grup C.
Inggris adalah satu dari tiga tim Euro 2024 yang memiliki valuasi skuad di atas 1 miliar euro. Dua tim lainnya adalah Prancis dan Portugal.
Dan tampaknya, sejauh ini, hanya Portugal yang membuktikan adanya keselarasan antara harga dan kualitas tim.
Karena tumpul dalam mencetak gol dan membuka peluang, Southgate dikritik tak bisa mengelola bakat-bakat menyerang supermahal untuk menjadi faktor kemenangan.
Penggemar timnas Inggris pun mulai tidak yakin tim kebanggaannya bisa mencapai babak puncak seperti mereka lakukan tiga tahun lalu dalam Euro 2020 ketika mereka menantang Italia dalam partai final.
Southgate mungkin masih berharap Luke Shaw segera pulih, tapi penantian itu semakin lama semakin tidak menentu.
Akhirnya dia harus realistis untuk tetap memasang Kieran Trippier sebagai bek kiri, padahal posisi alami bek sayap Newcastle United ini adalah di kanan.
Tapi mungkin dia akan memasukkan gelandang tengah Conor Gallagher sejak menit pertama, sehingga Trent Alexander Arnold menepi setelah dua laga bermain sebagai starter dalam posisi yang juga bukan posisi alaminya guna mendampingi gelandang bertahan Declan Rice.
Di luar itu, tak ada waktu bagi Southgate untuk merombak skuadnya terlalu jauh, kecuali mungkin timnya pernah kalah dan berada di posisi terjepit. Dua kondisi ini tidak dialami Inggris.
Untuk itu, Southgate tetap menurunkan hampir semua sebelas pemain pertama yang sama dengan dua laga sebelumnya.
Itu artinya, kapten Harry Kane tetap memimpin barisan serang, yang diapit tiga gelandang serang yang sebenarnya haus gol; Phil Foden, Jude Bellingham dan Bukayo Saka.
Kyle Walker yang rajin menusuk dari sayap sejak sepertiga pertama lapangan tetap mendampingi duet bek tengah Marc Guehi dan John Stones untuk mengawal kiper kawakan Jordan Pickford.
Sementara itu, pelatih Slovenia, Matjaz Kek, bahkan tak memiliki alasan untuk membongkar tim yang memaksa Serbia dan Denmark bermain seri 1-1.
Dia akan tetap memasang formasi 4-4-2 yang merupakan sistem sempurna untuk orientasi bermain yang menekankan serangan balik seperti Slovenia.
Kek sendiri mendapatkan manfaat besar dari mengerahkan pemain-pemainnya dalam formasi solid di pertahanan dan lebar lapangan ini, terutama saat menghadapi tim-tim yang lebih kuat.
Tak hanya itu, Kek juga akan menempatkan pemain-pemain yang sama dengan dua pertandingan terdahulu dalam pola bermain itu.
Artinya, Benjamin Sesko tetap diduetkan dengan Andraz Sporar sebagai ujung tombak kembar, yang disangga empat gelandang berdiri sejajar dipimpin duo Timi Max Elsnik and Adam Gnezda Cerin. (Kmb/Balipost)