Beberapa wisatawan mancanegara bermain ATV di desa wisata Bongkasa Pertiwi, Badung. DPRD Badung membahas tiga ranperda inisiatif, salah satunya terkait desa wisata dalam rangka penguatan regulasi agar desa wisata bisa menciptakan lapangan kerja dan mendukung ekonomi lokal. (BP/Dokumen)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Desa wisata di Kabupaten Badung ternyata tidak seindah yang dibayangkan. Dari 17 desa wisata yang ditetapkan melalui SK Bupati Badung pada tahun 2010, sebagian besar dalam kondisi mati suri. Beberapa desa wisata hanya tinggal papan nama tanpa adanya aktivitas pariwisata yang berarti.

Hal itu terungkap dalam penyerapan aspirasi Ranperda Inisiatif DPRD Badung tentang Desa Wisata di Gedung Dewan, Rabu (26/6). Dari 17 desa wisata di Gumi Keris, hanya dua yang masuk kategori desa wisata maju yaitu Desa Wisata Bongkasa di Kecamatan Abiansemal dan Desa Wisata Munggu di Kecamatan Mengwi. Sedangkan desa wisata lainnya dalam kondisi terseok-seok, sebagian masuk kategori rintisan dan baru berkembang.

Ketua DPD Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali, Nyoman Nuarta mempertanyakan kriteria penilaian desa wisata tersebut. Menurutnya, penilaian yang ada saat ini belum jelas dan sering mencampuradukkan antara desa wisata dengan daya tarik wisata. “Kami melihat belum ada kualifikasi jelas dalam penilaian desa wisata ini. Kategori rintisan dan maju ini indikatornya tidak jelas,” ujarnya.

Baca juga:  Petugas Amankan Wanita Sebelum Presiden Biden Lewat

Pihak HPI Bali berharap ada perbaikan dalam pengelolaan desa wisata agar lebih mudah dipromosikan oleh pemandu wisata. “Desa wisata masih banyak yang perlu dibenahi. Jangan sampai daya tarik wisata disamakan dengan desa wisata, karena itu dua hal yang berbeda,” ucapnya.

Ida Bagus Namarupa, Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Badung, mengungkapkan bahwa pengelolaan desa wisata di Badung masih memiliki banyak kelemahan, seperti infrastruktur, sumber daya manusia, dan promosi. Selain itu, banyak desa wisata menawarkan daya tarik yang sama, yang kurang menarik bagi wisatawan. “Mestinya antar desa wisata menyuguhkan yang berbeda, sehingga wisatawan punya pilihan,” ujarnya.

Baca juga:  Para Lansia Antusias Memilih

Namarupa juga mengkritik kurangnya kejujuran pemerintah daerah dalam menilai 17 desa wisata yang ada. Menurutnya, banyak desa wisata hanya terpampang pelang nama tanpa ada aktivitas nyata. “Dari 17 desa wisata itu harus tahu mana yang kategori rintisan, berkembang, dan maju. Dan harus ada upaya untuk membangkitkan mereka,” tegasnya.

Pengelolaan desa wisata memang tidak mudah. Selain membangun infrastruktur, stakeholders desa juga harus terlibat aktif. “Contohnya Desa Wisata Carangsari, yang dirintis 10 tahun lalu baru terlihat hasilnya dalam 3 tahun terakhir. Itupun belum maksimal,” jelasnya.

Baca juga:  Kaya Tradisi Lokal, DIY Terus Tumbuhkan Desa Budaya

Sebagai anggota Badan Promosi Pariwisata Daerah Badung, Nawarupa berharap dengan dibentuknya perda tentang desa wisata, Pemkab Badung bisa lebih terlibat dalam membangkitkan desa wisata. “Harapan kami ke depan, desa wisata bisa berkembang dan dampaknya bisa dirasakan oleh masyarakat setempat,” katanya.

Seperti diketahui, terdapat 17 desa wisata di Kabupaten Badung yang ditetapkan pada tahun 2010, yaitu Desa Wisata Munggu, Baha, Bongkasa Pertiwi, Sangeh, Carangsari, Pelaga, Petang, Pangsan, Belok Sidan, Mengwi, Kapal, Penarungan, Abiansemal Dauh Yeh Cani, Kuwum, Bongkasa, Sobangan, dan Cemagi. Dari 17 desa wisata tersebut, 15 desa wisata masuk klaster rintisan dan berkembang, sementara hanya dua yang masuk kategori maju, yaitu Bongkasa dan Munggu. (Parwata/balipost)

BAGIKAN