Beberapa wisatawan mancanegara (wisman) berjalan sambil melihat barang dagangan di pinggir Jalan Legian, Badung. eresahan yang muncul dari perkembangan akibat pariwisata Bali yang nyaris tanpa kendali terus menguat. Ada kecenderungan industri pariwisata Bali mulai mengabaikan nilai-nilai budaya dan moral. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Keresahan yang muncul dari perkembangan akibat pariwisata Bali yang nyaris tanpa kendali terus menguat. Ada kecenderungan industri pariwisata Bali mulai mengabaikan nilai-nilai budaya dan moral.

Untuk itu, Bali ke depannya membutuhkan penguatan koordinasi untuk mengawasi praktik industri pariwisata yang lebih bermoral. Diusulkan, pembentukan badan kehormatan yang menjaga kehormatan pariwisata budaya Bali. Demikian diungkapkan Pengamat Pariwisata Bali, I Made Sulasa Jaya, Minggu (30/6).

“Yang sangat urgen Bali perlukan adalah Badan Kehormatan Pariwisata Budaya (BKPB) atau sebutan lain dengan tugas utama menjaga nilai nilai budaya, sekaligus mengawasi praktik- praktik industri yang lebih bermoral dan publikasi serta promosi yang lebih menghormati budaya Bali,” ungkapnya.

Anggota kelembagaan BKPB ini terdiri dari pemerintah dan para perwakilan masyarakat (Hub sistem) yang bersidang secara regular, mengeluarkan dan mengawasi pelaksanaan rekomendasi-rekomendasi yang dihasilkan. Namun, BKPB ini harus ada payung hukumnya yang turunannya ditindaklanjuti oleh provinsi termasuk pembiayaannya atas dukungan pemerintah pusat.

Baca juga:  Persentase Tingkat Kesembuhan Pasien COVID-19 di Bali Naik, Ini Peringkat Terbaru di Nasional

Model ini bisa diimplementasikan di seluruh daerah di Indonesia. Turunan model ini diikuti dengan rancangan pembangunan kepariwisataan lainnya seperti desa wisata dan khususnya kebutuhan ini agar dijadikan materi pendidikan subsektor kepariwisataan wajib berupa pendidikan budi pekerti, kecintaan daerah, kemandirian anak didik yang tujuannya mewujudkan kemurnian motivasi jasa layanan kepariwisataan.

Sementara itu, dengan kondisi perkembangan dampak pariwisata yang mengkhawatirkan ini, yang dibutuhkan Bali menurut Ketua Aliansi Pelaku Pariwisata Marginal Bali, I Wayan Puspa Negara adalah penegakan hukum yang tegas. Banyak aturan terutama soal tata ruang yang dilanggar. Tidak ada sanksi tegas yang diberikan, sehingga kerusakan alam lingkungan makin masif.

Baca juga:  Rekrutmen Pegawai RSBM Harus Transparan

Berdasarkan pengamatan Sulasa, Bali merupakan pintu gerbang daya tarik wisatawan asing ke Indonesia. Bali sebagai salah satu daerah penyumbang devisa negara yang cukup besar, daya tarik Bali adalah budayanya, baik budaya fisik maupun non fisik (nilai budaya) yang membentuk katakter alam Bali dan keramahan manusia Bali yang unik dan otentik.

Bagi Bali, pariwisata adalah gerak perekonomian rakyat di samping sebagai sumber pendapatan daerah Bali tidak punya sumber alam lain kecuali pariwisata budaya. Konsep budaya Bali sampai saat ini adalah pariwisata berkelanjutan berbasis kerakyatan dan Tri Hita Karana, namun karena perubahan zaman, sustainable tourism ini sulit dipertahankan.

Baca juga:  Tambahan Pasien COVID-19 Sembuh Nasional Lebih Banyak dari Kasus Baru

Oleh sebab itu konsep sustainable yang dimaksud harus menyesuaikan dengan gerakan restorasi budaya dan pertumbuhannya, atau regenerative-sustainable tourism.

Keadaan kepariwisataan Bali dengan sikap perilaku wisman yang bertambah semrawut, pertambahan penduduk pendatang, pembangunan industrialisasi pariwisata terus meningkat diduga salah satu penyebabnya adalah sistem perizinan OSS. Selain itu tingkat kriminal yang terus pula meningkat, tingkat bunuh diri masyarakat Bali yang tertinggi di Indonesia, perubahan fungsi lahan, kemacetan, sampah dan lemahnya penegakan hukum yang berdampak pada meningkatkan kerusakan lainnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN