JAKARTA, BALIPOST.com – Koordinasi dan supervisi antara Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan Kejaksaan Agung RI tidak berjalan dengan baik. Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata.
Menurutnya ego sektoral antar lembaga-lembaga tersebut masih terjadi sehingga menghambat koordinasi. Terlebih lagi, menurutnya koordinasi cenderung tertutup jika KPK menindak adanya oknum di lembaga-lembaga itu yang terjerat korupsi.
“Ini persoalan ketika kita berbicara pemberantasan korupsi ke depan, saya khawatir dengan mekanisme seperti ini, saya terus terang tidak yakin memberantas korupsi,” kata Alexander saat rapat kerja bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, dikutip dari kantor berita Antara, Senin (01/7).
Dia mengatakan bahwa penindakan korupsi di Indonesia berbeda dengan negara-negara lainnya yang lebih sukses, khususnya jika dibandingkan dengan Singapura dan Hong Kong. Kedua negara tersebut, menurutnya menjadi lembaga satu-satunya yang menangani tindak pidana korupsi.
“Sedangkan kalau di KPK (Indonesia), ada tiga lembaga, KPK, Polri, Kejaksaan, memang di dalam UU KPK yang lama maupun yang baru, ada fungsi koordinasi dan supervisi,” kata dia.
Untuk menangani hal itu, dia mengatakan KPK pada beberapa waktu lalu telah berkomunikasi dengan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Hadi Tjahjanto untuk mencermati masalah tersebut.
Dia pun meminta agar Menkopolhukam bisa memfasilitasi koordinasi antara tiga lembaga yang sama-sama menangani masalah korupsi. Dia meyakini tidak akan ada sikap ego sektoral jika yang memfasilitasi koordinasi tersebut merupakan lembaga yang lebih tinggi.
Senada dengan Alexander, Ketua sementara KPK Nawawi Pomolango mengatakan bahwa koordinasi tidak berjalan baik meskipun sudah ada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 102 Tahun 2022 serta nota perjanjian kerja sama antar lembaga.
Selain itu, dia pun memastikan bahwa pimpinan KPK tidak tunduk pada intervensi apapun dalam hal pemberantasan korupsi. Namun, kata dia, intervensi yang lebih besar justru kerap diterima penyidik-penyidik di tingkat bawah.
Saat ini di KPK menurutnya ada sebanyak 320 orang Pegawai Negeri Yang Dipekerjakan (PNYD), yang di antaranya terdiri dari 140 orang dari Polri dan 150 orang dari Kejaksaan. “Dan mereka-mereka ini memegang jabatan strategis dalam hal penindakan,” kata Nawawi. (Kmb/Balipost)