SEMARAPURA, BALIPOST.com – Anomali cuaca saat ini sebagai bagian dari pertanda bahwa tatanan alam Bali ini sedang rusak. Kerusakan itu diakibatkan oleh ulah manusia itu sendiri, sehingga siklus alam tidak berjalan secara alami sesuai dengan konsep Hukum Rta atau hukum alam.

Pandangan itu disampaikan Budayawan asal Klungkung, Dewa Ketut Soma, saat ditemui di sela-sela tugasnya menjadi Pengenter Yadnya di Desa Adat Koripan, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung, Rabu (3/7).

Menurutnya, setiap gejolak alam, terjadi karena perlakuan manusia terhadap unsur Panca Maha Bhuta yang semakin tidak sesuai. Misalnya pertiwi, Dewa Soma menjelaskan bagaimana susahnya krama Bali saat ini dalam mempertahankan palemahannya sendiri.

Baca juga:  Tersapu Arus Yeh Sungi, Sembilan Pura di Abiantuwung Rusak Berat

Bali memiliki konsep hulu-teben, tetapi sekarang sudah berbaur, dimana tempat-tempat suci sudah semakin terdesak oleh keberadaan berbagai akomodasi pariwisata.

Ini visual yang paling terlihat jelas, di tengah upaya pembangunan pariwisata Bali yang semakin tak bersahabat dengan alam.

Sama halnya dengan unsur apah atau air, dia mencermati bahwa sungai-sungai di Bali mayoritas sudah mengecil. Beji-beji krama Bali sebagai sumber mata air yang disucikan dengan berbagai yadnya, sekarang justru airnya sudah banyak yang dikomersilkan.

Baca juga:  Hotel Dilarang Gelar "Party" saat Nyepi

Demikian halnya dengan unsur teja, sebagai sumber panas, krama Bali saat ini sudah sangat merasakan bagaimana perubahan itu terjadi.

Saat musim kemarau justru hujan lebat, bahkan hingga menimbulkan badai dan bencana alam, seperti gempa bumi, banjir dan lainnya. Sebaliknya saat musim hujan malah terjadi panas luar biasa hingga memicu kekeringan ekstrim di sejumlah wilayah.

Ether hingga unsur bayu juga sudah sangat terpengaruh dari perilaku manusia di Bali yang tidak bersahabat, sehingga wajar saat ini krama Bali sangat mudah terpengaruh dengan berbagai penyakit atau gering, sabsab, dan merana.

Baca juga:  Golkar-Demokrat Resmi Usung Astaguna

Dulu, membangun Panca Maha Bhuta dengan Panca Yadnya, sekarang ini sudah jauh bergeser.

Banyak yadnya sekarang muatannya kepentingan pribadi, tidak lascarya seperti dulu dengan tujuan utama mewujudkan keharmonisan alam.

Sehingga dari sisi powernya atau energi alamnya, banyak yang sudah tidak sesuai. (Bagiarta/balipost)

Tonton selengkapnya di video

BAGIKAN