DENPASAR, BALIPOST.com – Ratusan pekerja di Bandara Ngurah Rai menggelar aksi damai pada Kamis (4/7) pagi. Mereka menolak adanya perubahan status dari perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) menjadi perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).
Aksi damai sekitar pukul 09:30 WITA itu dilakukan di depan Kantor PT Angkasa Pura Supports (APS) Cabang Denpasar, Jl. Bypass Ngurah Rai, Tuban.
Mereka menegaskan bahwa perubahan status ini akan menimbulkan ketidakpastian dan ketidaknyamanan bagi karyawan. Jika tuntutan tak dipenuhi, mereka mengancam akan melakukan mogok kerja.
Terkait adanya tuntutan yang disampaikan, dalam keterangan tertulisnya, Plt. Direktur Utama APS, Bambang Arsanto mengungkapkan dalam proses penggabungan yang sedang berjalan, manajemen APS akan memastikan proses dilakukan dengan transparan. Ia mengatakan pihaknya tetap memprioritaskan kesejahteraan karyawan dan keberlanjutan perusahaan.
“Perusahan berkomitmen penghasilan yang diterima karyawan akan tetap sama dan seluruh karyawan akan bekerja seperti sebelumnya,” ujarnya, Kamis (4/7) malam.
Sebelumnya, Sekretaris Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) Regional Bali, Ida I Dewa Made Rai Budi Darsana mengatakan perwakilan pekerja telah bernegosiasi dengan perwakilan APS sekitar pukul 11:30 WITA.
“Dalam tiga hari ke depan, kami meminta agar direksi hadir menemui perwakilan karyawan untuk negosiasi terkait perubahan status dari PKWTT menjadi PKWT. Jika dalam tiga hari ke depan tidak ada respons dari direksi APS, kami akan melakukan aksi damai kembali pada Senin,” ujarnya.
Dia juga menambahkan bahwa jika tidak ada itikad baik untuk bertemu, pihaknya akan meminta bantuan dari Gubernur Bali dan DPRD Bali serta pusat. “Kami berharap direksi mengkaji ulang kebijakan perubahan status karyawan dari permanen menjadi kontrak agar aksi-aksi berikutnya tidak perlu dilakukan,” kata Budi.
Ia menyebutkan kebijakan tersebut akan berdampak pada 1.020 lebih pekerja bandara. Dijelaskan, perubahan status dari karyawan tetap menjadi kontrak ini dinilai tidak adil oleh para pekerja, karena mengurangi rasa aman dan stabilitas pekerja. “Kami berharap suara mereka didengar dan diperhatikan oleh pihak perusahaan serta pemerintah daerah,” ucapnya. (kmb/balipost)