Menteri Keuangan Sri Mulyani. (BP/Antara)

JAKARTA, BALIPOST.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) mengalami defisit sebesar Rp77,3 triliun atau 0,34 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada semester I-2024.

“Sampai dengan semester I-2024, defisit APBN masih terjaga sebesar Rp77,3 triliun atau 0,34 persen PDB, dengan keseimbangan primer masih mencatatkan surplus sebesar Ro162,7 triliun,” kata Sri Mulyani saat Rapat Kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR di Jakarta, Senin (8/7) dilansir dari Kantor Berita Antara.

Pendapatan negara pada semester I-2024 tercatat sebesar Rp1.320, 7 triliun atau terkontraksi sebesar 6,2 persen (year-on-year/yoy). Penerimaan perpajakan tercatat hanya sebesar Rp1.028 triliun, turun 7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Menkeu menyebut penurunan pendapatan negara terutama disebabkan oleh turunnya harga komoditas, khususnya batu bara dan minyak sawit mentah (CPO), yang mempengaruhi kondisi profitabilitas sektor korporasi sehingga berdampak pada penerimaan pajak penghasilan (PPh) Badan yang terkontraksi 35,5 persen yoy.

Di sisi lain, penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri (DN) turun 11 persen yoy. Namun, secara bruto tanpa memperhitungkan restitusi, PPN DN masih tumbuh positif 9,2 persen yoy, seiring dengan masih kuatnya aktivitas ekonomi domestik yang tercermin pada pertumbuhan ekonomi kuartal I-2024 sebesar 5,11 persen.

Baca juga:  Pasokan Modal Rendah, Penggilingan Padi Lesu

Sementara itu pendapatan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp288,4 triliun atau turun 4,5 persen yoy. Penurunan PNBP terutama disebabkan turunnya penerimaan sumber daya alam (SDA) karena melemahnya harga komoditas dan kurang optimalnya lifting gas.

Penerimaan dari kekayaan negara yang dipisahkan tumbuh positif 41,8 persen seiring dengan membaiknya kinerja badan usaha milik negara (BUMN).

Berbeda dengan kinerja pendapatan negara yang melandai, belanja negara tercatat meningkat 11,3 persen yoy mencapai Rp1.398 triliun. “Peningkatan belanja negara tersebut terutama terkait peran APBN sebagai shock absorber untuk antisipasi gejolak global, melindungi daya beli masyarakat, serta tetap mendukung berbagai prioritas agenda pembangunan nasional,” ujar Menkeu.

Bendahara Negara menyampaikan, di tengah dinamika global yang kurang kondusif, defisit anggaran hingga akhir 2024 diperkirakan akan berada pada level 2,7 persen PDB, melebar dari target APBN 2024 yang sebesar 2,29 persen PDB. Pendapatan negara diperkirakan mencapai Rp2.802,5 triliun atau tumbuh 0,7 persen yoy, utamanya dipengaruhi oleh aktivitas ekonomi yang terjaga dan positif, implementasi reformasi perpajakan, peningkatan dividen BUMN, serta peningkatan layanan kementerian/lembaga (K/L).

Baca juga:  Realisasi APBN Tercatat Defisit

Sementara itu belanja negara diperkirakan mencapai Rp3.412,2 triliun atau 102,6 persen dari pagu APBN 2024, seiring dengan peran APBN sebagai shock absorber untuk tetap menjaga momentum pertumbuhan, melindungi daya beli dan mendukung pencapaian target-target prioritas pembangunan nasional.

Strategi pembiayaan anggaran, yang tercatat mencapai Rp168,0 triliun atau 32,1 persen APBN per semester I-2024, diupayakan untuk tetap efisien. Hal itu dilakukan melalui penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) di tahun 2024 sehingga mengurangi kebutuhan penerbitan surat berharga negara (SBN).

“Hal ini diharapkan akan tetap dapat menjaga stabilitas makro, khususnya pergerakan nilai tukar dan imbal hasil (yield) SBN,” tutur Menkeu.

Di tengah APBN defisit, Presiden RI Joko Widodo mengumpulkan para menteri Kabinet Indonesia Maju di Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin siang, untuk membahas keberlanjutan dari kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT).

Sejumlah menteri yang terlihat hadir dalam rapat tersebut, antara lain Menko bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri ESDM Arifin Tasrif, dan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara.

Baca juga:  Karena Ini, Permintaan Perhiasan Perak Alami Kelesuan

“Rapat harga gas,” kata Menko bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjawab singkat pertanyaan media di Istana Kepresidenan Jakarta.

Dalam kesempatan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal mengevaluasi kebijakan HGBT. “Juli-Agustus ini kami evaluasi secara keseluruhan untuk disampaikan ke Presiden. Nanti akan diputuskan oleh Presiden,” kata Koordinator Penyiapan Program Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Rizal Fajar Muttaqin, beberapa waktu lalu.

Evaluasi tersebut utamanya menilik sisi penerimaan negara. Menurut Rizal, benefit yang diterima industri dari penyesuaian HGBT tidak sebanding dengan anggaran yang telah digelontorkan oleh Kementerian Keuangan.

Kementerian ESDM mencatat penerapan kebijakan harga gas tertentu itu berdampak pada pengurangan penerimaan negara sebesar Rp29,39 triliun dalam periode 2021-2022.

Kebijakan HGBT sebesar 6 dolar AS per MMBTU secara khusus diberlakukan pemerintah sejak 2020, bagi tujuh kelompok industri, yakni industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca, dan sarung tangan karet. (kmb/balipost)

BAGIKAN