John de Santo. (BP/Istimewa)

Oleh John de Santo

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, bahwa sekitar 9,9 juta Gen Z menganggur. Generasi ini lahir antara tahun 1997-2012 dan kini berusia antara 12 hingga 27 tahun.

Kaum muda sejumlah itu tidak bekerja dan juga tidak sedang belajar atau mengikuti program pelatihan tertentu. Mereka menganggur.

Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), salah satu faktor penyebabnya adalah salah memilih sekolah atau jurusan. Dengan perkataan lain, terjadi ketidak sesuaian antara keterampilan yang dimiliki lulusan dengan keterampilan yang dituntut oleh dunia industri.

Sejatinya kebijakan ‘Link and Match” atau pertautan dan kesesuaian dalam bidang pendidikan dan dunia industri sudah dicetuskan sejak 1993, ketika Prof. Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, di bawah pemerintahan Presiden Soeharto dalam Kabinet Pembangunan VI, sekitar 31 tahun yang lalu. Istilah Link and Match adalah kebijakan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang dikembangkan untuk meningkatkan relevansi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan kebutuhan dunia kerja.

Pertanyaannya, apa syarat kunci dan manfaat dari strategi itu sehingga sehingga perlu kembali diterapkan? Dalam konteks pendidikan, konsep “link and match” mengacu pada pendekatan kebijakan yang bertujuan mengatasi masalah pengangguran di kalangan tenaga kerja terdidik dengan meningkatkan relevansi SMK dengan kebutuhan industri.

Baca juga:  Sensus Penduduk dan Penantian Bonus Demografi

Dengan membangun hubungan yang kuat antara program pendidikan kejuruan dan  kebutuhan industri, inisiatif link and match bertujuan meningkatkan prospek kerja bagi lulusan dan mengurangi tingkat pengangguran. Dalam rangka itu, kelima aspek kunci berikut ini, perlu menjadi perhatian dalam penerapan strategi itu.

Pertama, relevansi dengan kebutuhan industri. Kebijakan link and match fokus pada penyelarasan kurikulum pendidikan kejuruan dengan persyaratan industri saat ini.

Kedua, kemitraan dengan pengusaha. Kolaborasi antara sekolah kejuruan dan mitra industri sangat penting untuk keberhasilan implementasi link and match. Ketiga, pembelajaran berbasis kerja. Menghubungkan pembelajaran di kelas dengan aplikasi dunia nyata melalui magang, atau proyek merupakan aspek mendasar dari strategi link and match.

Keempat, bimbingan dan konseling karier. Menyediakan siswa dengan layanan bimbingan karier yang komprehensif membantu mereka membuat keputusan tentang jalur pendidikan dan karier masa depan. Kelima, mekanisme umpan balik berkelanjutan. Umpan balik rutin dan berulang yang melibatkan pengusaha, pendidik, dan siswa sangat penting untuk mengevaluasi efektivitas inisiatif link and match.

Baca juga:  Siapkah Bali Mengakhiri Restrukturisasi Kredit?

Manfaat “Link and Match”

Meskipun pada awal kemunculannya, strategi link and match memancing polemik, karena oleh sebagian orang, strategi ini dianggap mereduksi nilai luhur pendidikan sebagai upaya memberdayakan individu, kepada sekadar upaya menyiapkan seorang menjadi seorang pekerja. Namun polemik ini meredup, seiring dengan meningkatnya kesadaran bahwa apa artinya seorang lulusan yang sudah diberdayakan tetapi justru menganggur dan menjadi beban keluarga dan masyarakat? Ketika membaca laporan mengenai tingginya tingkat pengangguran Gen Z, strategi link and match kembali diapresiasi dan dibahas.

Hemat penulis, setidaknya ada dua manfaat utama dari penerapan strategi link and match dalam pendidikan. Pertama, peningkatan kemampuan kerja. Dengan menyelaraskan penawaran pendidikan dengan tuntutan industri, program link and match meningkatkan peluang lulusan untuk mendapatkan pekerjaan yang berarti, setelah menyelesaikan studi.

Baca juga:  Keadilan bagi Kejahatan Asusila

Kedua, kemitraan antara dunia industri dan lembaga pendidikan diperkuat. Kerja sama dengan pengusaha atau penyedia pekerjaan meningkatkan kredibilitas, relevansi, dan kemampuan sekolah kejuruan untuk menghasilkan tenaga kerja terampil yang disesuaikan dengan kebutuhan industri.

Di negeri kita, pencapaian pendidikan selalu berkorelasi dengan gaji yang lebih tinggi dan tingkat pengangguran yang lebih rendah, terutama bagi mereka yang baru mulai berkarier. Pendidikan di SMK atau perguruan tinggi dapat memberikan pengetahuan khusus dan keterampilan teknis yang dihargai oleh para majikan, sementara pengalaman kerja menunjukkan aplikasi praktis serta kemampuan beradaptasi dalam dunia kerja yang nyata.

Kesimpulannya, menerapkan kebijakan link and match dalam pendidikan kejuruan berperan penting dalam mengurangi tingkat pengangguran di kalangan pekerja terdidik dengan memastikan bahwa lulusan dengan keterampilan yang dicari oleh para pengusaha. Hubungan yang lebih erat antara lembaga pendidikan dan industri, justru berkontribusi pada transisi yang lebih mulus dari sekolah ke pekerjaan.

Penulis, Pendidik dan Pengasuh Rumah Belajar Bhinneka

BAGIKAN