WNA berjalan-jalan di kawasan Pantai Kuta, Badung. Daya tarik Bali tidak hanya sebagai destinasi wisata tapi juga tempat tinggal dan investasi oleh WNA. (BP/eka)

DENPASAR, BALIPOST.com – Daya tarik Bali tidak hanya sebagai destinasi wisata tapi juga tempat tinggal dan investasi bagi warga negara asing (WNA). Aturan yang ada saat ini memungkinkan lahan di Bali dihuni dan dikuasai oleh orang asing dalam waktu cukup panjang. Aturan ini membuat krama Bali tak bisa melawan.

Hal itu ditekankan pengamat pariwisata I Gusti Kade Heryadi Angligan, Senin (8/7).

Aturan di Indonesia memang memungkinkan WNA memiliki hak atas tanah di Bali dengan koridor HGB (Hak Guna Bangunan) maupun Hak Pakai selama 80 tahun. “Semasih aturan itu ada, ya … kita engga bisa melawan,” tandasnya.

Namun, hal tersebut patut diwaspadai pasalnya akan semakin banyak tanah di Bali kepemilikannya beralih ke orang asing. Apalagi tanah yang diambil adalah lahan pertanian baik basah maupun kering.

Jika tanah tersebut dipergunakan untuk fasilitas penunjang pariwisata, maka Bali akan terimbas posisinya sebagai penghasil pertanian. “Tabanan misalnya. Dimana pertanian di Bali memiliki budaya yang sangat tinggi terutama dengan sistem subaknya,” tandasnya.

Baca juga:  Repatriasi WNA dari Bali Selama 2,5 Bulan Capai 22 Penerbangan

Dia mengatakan, jangankan membuka diri sebagai ladang investasi, membuka Bali sebagai daerah pariwisata saat ini telah menimbulkan berbagai permasalahan. Dengan kondisi itu menurutnya yang bisa dilakukan adalah penegakan hukum yang tegas bahwa lahan pertanian basah maupun kering tidak boleh dibangun.

Selain itu, kata dia, untuk menghindari kepemilikan lahan beralih ke orang asing  sejatinya bisa dibuat dengan sistem sewa sehingga statusnya berubah menjadi HGB di atas Hak Milik atau Hak Pakai di atas Hak Milik.

“Tata ruang yang sudah ada diikuti saja dengan baik, notaris, broker, pemerintah daerah tegak dengan aturan yang ada, jangan memberi ruang kepada pihak asing yang membangun di lahan yang tidak boleh dibangun,” tegasnya.

Sementara Wakil Ketua Umum Bidang Pariwisata dan Investasi Kadin Bali Agus Maha Usadha mengatakan, untuk penguasaan tanah sewa jelas lebih baik bagi masa depan Bali untuk investasi orang asing atau pun larger scale. “Investasi karena saat ini HGB (Hak Guna Bangunan) murni sudah bisa mereka miliki melalui PT PMA /PT yang mereka buat,” ujarnya.

Baca juga:  Sebanyak 99 WNI Sudah Dievakuasi dari Ukraina

Beda halnya jika dari hak sewa, paling tidak menjadi deposito pasti bagi masyarakat Bali. Menurutnya, momen ini adalah sebuah peluang yang perlu dikejar dengan pemahaman literasi ekonomi dan investasi yang lebih baik bagi masyarakat dari hasil bimbingan dan pelaksanaan arah kebijakan proteksi yang disiapkan pemerintah selaku eksekutif.

Untuk menghadapi kondisi tersebut maka masyarakat perlu menyiapkan diri. Dari sisi SDM lokal harus cepat dan semaksimal mungkin memiliki kemampuan standar kerja internasional menghadapi kompetisi global yang tidak bisa dihindari. “Karena kita jauh di belakang dalam menyiapkan anak-anak kita,” ujar Ketua NCPI Bali ini.

Baca juga:  Karyawan Vila Curi Uang Milik 6 WNA

Dunia kampus dan pendidikan harus mengambil peran dan aktif dengan penuh tanggung jawab untuk kesuksesan masa depan terutama SDM masa depan yang berkualitas. DPRD dan tokoh-tokoh politik dalam setiap langkah ke depan untuk public policy yang didesain, dirancang, dibahas dan ditetapkan harus mengutamakan tanggung jawab terhadap masa depan generasi Bali secara utuh, bukan hanya untuk kepentingan politik kelompok dan atau personal semata.

Selain itu, pengawasan total untuk setiap program pemerintah juga harus dikawal dan dilaksanakan penuh disiplin untuk kepentingan di atas demi masa depan Bali yang jagathita bagi masyarakat Bali yang harus melaksanakan Tri Hita Karana guna kelanjutan budaya luhur dan masyarakat yang sejahtera dalam alam yang penuh keindahan. “Harus mulai terwujud di dalam mindset wakil rakyat tanggung jawab sekala niskala terhadap Bali,” imbuhnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN