DENPASAR, BALIPOST.com – Family office (FO) yang akan dibentuk di Indonesia akan memberikan manfaat bagi Bali. Namun, di sisi lain juga akan semakin membuat Bali karut-marut. Demikian pandangan Pengamat ekonomi Viraguna Bagoes Oka.
Ia mengatakan family office akan sangat menguntungkan, terutama kepada investor atau pemanfaat peluang investasi. Keuntungan itu antara lain, diberikannya keringanan atau pembebasan pajak, perlindungan asset dan beberapa peluang lainnya.
Sehingga penempatan dana dari mancanegara bisa mengoptimalkan keuntungan, kenyamanan, dan keamanan atas penempatan investasinya di family office dimaksud. Negara penyelenggara family office (Indonesia), kata dia, juga akan mendapatkan dana murah yang bisa digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan penyelenggara family office.
Namun demikian, mengingat dana yang ditempatkan di family office adalah sangat bebas dan aman penempatannya, ini memberi peluang besar sebagai tempat penampungan dana kotor atau hasil kejahatan seperti pencucian uang, sindikat narkoba, korupsi dan kejahatan lainnya. Sehingga semua dana ilegal atau non-halal yang berasal dari seluruh dunia akan terpusat di Bali sebagai surga dari uang haram (Bali tax haven country).
Dengan demikian, secara tidak langsung, Bali yang telah memiliki komitmen dengan nilai-nilai moral dan etika Sad Kerthi Loka Bali akan semakin jauh dari harapan.
Memperhatikan bahwa Bali dengan kondisi saat ini saja sudah amburadul dengan ketergantungan sumber dana Bali sangat besar dari pemerintah pusat dan kepemimpinan Bali yang masih jauh dari harapan, kata Viraguna, rencana digunakannya Bali sebagai family office akan menambah potensi karut marut.
Ia menilai kondisi ini tak terlepas dari kesewenang- wenangan pemerintah pusat untuk terus cawe-cawe atas pariwisata Bali yang sudah terpuruk dan dieksploitasi secara kebablasan. Bali sebagai pusat destinasi pariwisata yang berbudaya dan harmoni akan semakin salah kaprah.
Ia berharap pemimpin, tokoh Bali, penguasa dan wakil rakyat di DPRD dan DPD bisa terpanggil, bersatu untuk terlebih dahulu memprioritaskan membenahi permasalahan Bali yang sedang karut marut, baik kemacetannya, sampah, infrastruktur, keamanan, keharmonisan pariwisata Bali dalam upaya yaang sangat mendesak dengan memprioritaskan kemandirian sumber dana Bali dan memperjuangkan kewenangan khusus bagi Bali.
Penilaian berbeda disampaikan Ketua HIPMI Bali, Agung Bagus Pratiksa Linggih, atau yang akrab disapa Ajus Linggih, Selasa (9/7). Ia mengatakan, akan banyak keuntungan yang diterima jika Indonesia memiliki FO, apalagi jika hub-nya di Bali.
Keuntungan tersebut meliputi sektor ekonomi dan multiplier effect terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat Bali. Bahkan ia menyebut, dana itu bisa digunakan untuk pelestarian budaya Bali. “Secara hitung-hitungannya, jika Bali mendapat dana 0,1 persen saja dari potensi dana dari FO, maka Bali bisa mendapat Rp8 triliun,” ungkapnya.
Dana itu disebutnya bisa digunakan membiayai kegiatan upacara agama dan adat umat Hindu, yang pelaksanaannya dinikmati oleh wisatawan. Selama ini, hampir 30 persen pendapatan masyarakat Bali digunakan untuk membiayai upacara keagamaan. “Jadi sebenarnya kita yang mensubsidi perekonomian Bali, masyarakat Bali yang mensubsidi itu. Dengan adanya pendapatan baru, seperti FO, untuk pelestarian budaya, 0,1 persennya saja Rp8 T, dua kalinya APBD Bali,” bebernya.
Tantangan utama FO ini adalah dari sisi regulasi yang mengatur tentang tipe badan usaha FO. “Idenya sebenarnya untuk membentuk kawasan bebas pajak yang mana Bali menjadi hub-nya,” ujarnya.
Dengan adanya FO, masyarakat Bali dapat memanfaatkan peluang yang ada. Namun dengan adanya kawasan bebas pajak, harus ada klausul-klausul tertentu yang dipersyaratkan termasuk Bali.
Jika masyarakat Bali komitmen dengan adanya FO, maka perlu diikuti dengan pembuatan Perda yang di dalamnya bisa memuat tentang persentase untuk pelestarian adat. Bahkan menurutnya akan ada ekstra income yang tidak terpakai sebesar 30 persen masyarakat Bali untuk kebutuhan lainnya. Daya beli masyarakat Bali akan meningkat tanpa mengorbankan budaya dan adat istiadat.
Bahkan menurutnya, Bali bisa meminta CSR dari lembaga FO tersebut. “Contohnya Pemda Bali bisa bebaskan pajak, namun 5 persen dari dana kelolaan itu harus diinvestasikan di Bali dalam bentuk apapun,” sebutnya.
Bali juga akan dapat memberikan bebas pajak pada FO namun dengan mengajukan syarat yaitu investasi prioritas yang harapannya menyentuh industri padat karya. (Citta Maya/balipost)