Paruman Walaka PHDI Provinsi Bali, I Ketut Wartayasa, S.Ag., M.Ag. (BP/kmb)

DENPASAR, BALIPOST.com – Setiap 210 hari sekali pada Saniscara Umanis Wuku Watugunung umat Hindu di Bali merayakan Hari Suci Saraswati. Hari raya Saraswati dimaknai sebagai turunnya ilmu pengetahuan sebagai penuntun umat manusia ke jalan kebenaran. Lalu, bagaimana memaknai hari raya Saraswati di era kekinian?

Paruman Walaka PHDI Provinsi Bali, I Ketut Wartayasa, S.Ag., M.Ag., mengatakan bahwa Hari Suci Saraswati merupakan hari turunnya ilmu pengetahuan. Dalam konteks kekinian manusia Hindu Bali mestinya menyadari akan pentingnya mengejar ilmu pengetahuan untuk menjadi SDM yang cerdas. Cerdas intelektual, emosional, sosial dan spiritual. Makanya kejarlah ilmu pengetahuan lewat pendidikan setinggi-tingginya.

Dikatakannya, setelah menjadi SDM cerdas, baru kita bisa mengumpulkan dana yang dilanjutkan dengan rerahinan Soma Ribek. Esoknya hari Sabuh Mas yakni bagian dari pengumpulan kekayaan untuk bisa hidup sejahtera. Syukur atas itu semua diwujudkan oleh umat Hindu merayakan hari raya Pagerwesi, pemujaan kepada Paremesti Guru (Tuhan) atas kesejahteraan bersama.

Begitu pentingnya momentum ini, maka  semua lembaga pendidikan baik dari tingkat sekolah dasar, menengah, hingga perguruan tinggi di Bali merayakannya. Tidak saja di lembaga pendidikan namun juga dirayakan oleh umat Hindu di Bali. Perayaan Hari  Suci Saraswati ini telah dilakukan secara turun-temurun.

Baca juga:  Jangan Sekedar Jargon, Paslon Perlu Gunakan Bahasa Bali saat Debat Pilkada

Namun demikian, dikatakan pemaknaan hari raya Saraswati di Bali belum begitu membumi. Kebanyakan masyarakat atau umat Hindu Bali tidak mengetahui apakah hari tersebut hari suci Saraswati atau tidak. Namun, masyarakat Bali kebanyakan melaksanakan atau merayakannya. Hal ini disebabkan karena Agama Hindu di Bali dominan praktiknya atau karma marga-nya. Hal ini dibuktikan di berbagai pasar di Bali banyak yang menjual upakara banten Saraswati, dan laris manis diserbu umat Hindu. Bahkan, umat Hindu ada yang tidak kebagian jika mencarinya H-1 hari raya Saraswati. “Itu buktinya masyarakat kita tidak tahu Hari Saraswati atau hari apa, kenapa orang menjual banten ini? Tapi laris. Itu buktinya lebih banyak pengelingsir kita mempraktikkan,” ujar Wartayasa dalam Dialog Merah Putih Bali Era Baru, di Warung Bali Coffee Jl. Veteram 63 A Denpasar, Rabu (10/7).

Baca juga:  Dikritik, Pedestal GWK Tak Pakai Arsitektur Bali

Melihat tingginya antusias umat Hindu merayakan Hari Suci Saraswati ini, akademisi Prodi Hukum Hindu STAH Negeri Mpu Kuturan Singaraja ini mengaku senang melihat keberhasilan seperti ini. Ini menandakan bahwa perayaan Hari Suci Saraswati tidak hanya dilakukan di tingkat formal, tetapi juga di tingkat non-formal dan informal berjalan begitu antusias.

Terkait pemahaman tentang Hari Suci Saraswati, dikatakan secara umum umat Hindu mengetahui maknanya namun tidak diungkapkan. Hal ini dibuktikan dengan praktik yang dilakukan. Pasalnya, tujuan utama melaksanakan Hari Suci Saraswati adalah untuk mendapatkan taksu dan restu ilmu pengetahuan yang dipakai bekal menjalani kehidupan sehari-hari. “Artinya, walaupun tidak diucapkan tetapi umat kita paham maknanya, dan dilaksanakan setiap Hari Saraswati tiba,” tandasnya.

Guru Agama Hindu SMAN 9 Denpasar sekaligus Pengurus Peradah Kota Denpasar, I Wayan Saputra, S.Pd., M.Pd.H, mengatakan meskipun Hari Suci Saraswati pada Sabtu, 13 Juli 2024 ini masih dalam suasana hari libur sekolah, namun tetap dirayakan di sekolah. Hanya saja cara yang dilakukan sedikit berbeda. Biasanya seluruh siswa dilibatkan dalam menyambut hari raya Saraswati, kali ini hanya beberapa saja yang dilibatkan.

Baca juga:  PHDI Pusat Resmikan Gedung Baru, Diharap Bisa Tingkatkan Etos Kerja Membangun SDM Hindu

Diungkapkan, memaknai Hari Suci Saraswati kali ini Pemerintah Provinsi Bali telah merancangnya dengan mengadakan Pasraman kilat. Sehingga, hari raya Saraswati kali ini dirangkai dengan kegiatan pasraman kilat yang dimulai dari Kamis dan Jumat.

Dalam pasraman ini siswa/siswi yang tekah dipilih diajak membuat sarana upacara untuk dihaturkan pada saat perayaan Hari Suci Saraswati.

“Secara esensi perayaannya sama, yang membedakan hanya aktivitasnya, karena kita menyesuaikan dengan anak-anak sedang libur sekolah, jadi tidak bisa sepenuhnya kita mengajak siswa untuk beraktivitas merayakan Hari Saraswati, sehingga kita pilih karena berkaitan juga dengan kegiatan pasraman. Namun, pada saat hari H semua warga sekolah dilibatkan,” ujarnya. (Ketut Winata/balipost)

BAGIKAN