DENPASAR, BALIPOST.com – Usulan membangun kasino di Bali yang disampaikan Ketua HIPMI Bali menuai penolakan. Kasino dinilai bukan solusi dari pembangunan di Bali. Selain itu, kasino dipastikan sebagai investasi terlarang karena bertentangan dengan undang-undang.
Guru Besar Ekonomi Universitas Udayana (Unud), Prof. Wayan Suartana, Jumat (12/7) mengatakan kasino
termasuk judi sehingga sudah jelas bertentangan dengan peraturan yang berlaku di Indonesia. Menurutnya, investasi seperti ini masuk dalam daftar terlarang. “Filosofi pelarangan terhadap judi pasti sudah dikaji dengan matang oleh tokoh-tokoh kita dulu,” ujarnya.
Menurutnya, keluhan terhadap lambatnya infrastruktur
dan sampah bisa ditangani dengan skema lain, tidak
mesti dengan kasino, misalnya privatisasi. “APBD kita bila fokus ke soal itu saya rasa cukup untuk infrastruktur. Belum lagi sumber dana dari APBN. Yang
penting skala prioritas dan alokasi yang tepat sasaran.
Rasionalisasi menjadi salah satu pilihan,” tandasnya.
Menurut Pengamat Pariwisata Bali, I Made Sulasa
Jaya, jika wisata kasino diadakan di Bali, akan berpengaruh terhadap peningkatan kesenjangan ekonomi rakyat, alam lingkungan dan budaya. Hal itu terjadi karena lemahnya pelaksanasan regulasi yang menjaga dan mengatur kedatangan orang untuk membangun di Bali.
Kelemahan yang bersifat prinsip adalah berkurangnya rasa cinta dan moral para oknum dalam mengelola
pendapatan pariwisata yang jumlahnya pasti akan membesar jika ada wisata kasino.
Yang dibutuhkan Bali saat ini adalah pembenahan dan kepastian nilai budaya dalam arti luas untuk pembangunan berkelanjutan dibanding dengan jumlah uang yang semakin bertambah karena adanya kasino.
“Sebagai pengamat saya mempertanyakan bagaimana kualitas pengelolaan pendapatan pariwisata yang selalu dinilai tidak pernah cukup untuk pembangunan Bali? Yang perlu analisa lebih mendalam adalah sudut pandang efisiensi dan efektifitas pendapatan untuk membenahi Bali, sebelum mengeksplor lagi Bali secara lebih dalam lahir bathin dengan adanya wisata kasino,” tegasnya.
Dengan demikian, bukan masalah sumber pendapatan atau seberapa besar anggaran yang dibutuhkan untuk pembangunan Bali dalam arti luas, tapi seberapa bijak pengelolaan anggaran dan manajemen pariwisata serta investasi yang dilakukan pemerintah.
Bali sedang berjuang keras mewujudkan keseimbangan dalam setiap perubahan dengan segala keterbatasan dan kelemahan seperti penegakan hukum, tata kelola wilayah untuk menghindari kemacetan, sampah menumpuk, kenakalan, dan kerapuhan ekonomi yang hanya bertumpu pada sektor pariwisata.
Perlu stabilitas pendapatan yang dimanfaatkan untuk menjaga keseimbangan dan keharmonisan dalam kehidupan bersama antara semua ciptaan. Hal itulah yang menjadi dambaan masyarakat pariwisata yang berbasis adat budaya lokal, yang mungkin juga didambakan wisatawan yang datang ke Bali.
Untuk itu dibutuhkan kemampuan dan kualitas masyarakat dalam berinteraksi, berkomunikasi, beradaptasi satu dengan yang lain dengan saling menghormati jati diri yang kokoh, untuk mewujudkan pariwisata berkualitas. (Citta Maya/balipost)