DENPASAR, BALIPOST.com – Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pungutan Wisatawan Asing Untuk Pelindungan Kebudayaan dan Lingkungan Alam Bali sudah mengatur dengan tegas soal manfaat yang diterima oleh wisatawan asing dari penggunaan dana tersebut. Hal ini tertera dengan jelas pada pasal 12 Perda yang ditandatangani Gubernur Bali, Wayan Koster itu.
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Daerah Bali, Rai Ridharta kepada tim Bali Post Talk beberapa waktu lalu, mengatakan penggunaan PWA yang wajib dilaksanakan dan akan dirasakan langsung oleh wisatawan asing adalah soal transportasi yang berkualitas. Dalam pasal 12 poin e, disebutkan soal infrastruktur dan sarana-prasarana transportasi publik yang berkualitas. Dan ini termasuk dalam ketentuan manfaat PWA untuk wisatawan asing.
Saat ini, dengan kondisi kemacetan yang terjadi di banyak titik tentu akan membawa dampak pada citra pariwisata Bali. Terlebih lagi, wisatawan yang datang ke Bali untuk berlibur, bisa saja mengalami stres karena sering terjebak kemacetan. Untuk itulah, PWA mesti dialokasikan untuk penanganan kemacetan dengan penyediaan sarana transportasi yang berkualitas.
Sementara itu, menurut Pengamat Pariwisata I Gusti Kade Heryadi Angligan, Kamis (18/7), penggunaan PWA tidak perlu dengan membuat sesuatu yang besar dan mewah, namun bisa diawali dengan membuat sesuatu yang dapat dirasakan langsung oleh wisatawan.
“Agar mereka merasakan bahwa apa yang mereka bayarkan telah diwujudkan oleh daerah tujuan wisata mereka. Sehingga mereka merasa tidak rugi mengeluarkan uang untuk PWA,” ujarnya.
Selain dalam bentuk fisik, PWA juga dapat digunakan untuk membangun SDM agar siap menerima wisatawan berkualitas. Seperti pembinaan dan pelatihan kepada pecalang di desa untuk mengamankan dan menertibkan aktivitas pariwisata di wilayahnya. Bisa dengan pembinaan dan pelatihan bahasa Inggris, hospitality atau bentuk pelatihan lainnya.
Selain itu, pembinaan kepada pecalang juga sebagai bentuk pelestarian budaya karena tim pengamanan yang hanya dimiliki Bali hanya pecalang. “Pecalang kan tidak hanya untuk mengamankan dan ketertiban di desanya termasuk aktivitas pariwisata tapi juga untuk pengamanan kegiatan adat dan agama di desanya. Sehingga pembinaan dan pelatihan bagi pecalang berfungsi ganda yaitu untuk keamanan dan kenyamanan wisatawan tapi juga untuk menjaga budaya Bali,” ujarnya.
PWA diharapkan digunakan pada bidang-bidang prioritas yang terkait langsung dengan soal kenyamanan, kebersihan dan pelestarian budaya adat Bali. Ini berarti skala prioritas harusnya diutamakan untuk masalah yang krusial seperti sampah, kemacetan, kerusakan lingkungan alam dan ancaman degradasi budaya Bali.
Wakil Ketum Kadin Bali Bidang Pariwisata dan Investasi Agus Maha Usadha mengatakan, sesuai Perda 6/2023 tentang PBWA UPKLAB bagian “Menimbang” Perda ini tegas menyatakan bahwa Perda ini dibuat adalah dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat 3 huruf a dan ayat 4 UU 15/2023. Artinya, uang hasil pungutan terhadap wisatawan asing itu tidak boleh dipergunakan untuk keperluan lain di luar perlindungan kebudayaan dan lingkungan alam Bali. Dengan kata lain, perlindungan kebudayaan dan lingkungan alam Bali adalah titik tolak untuk menilai akuntabilitas penggunaan dana yang diperoleh.
Ia berharap agar pemanfaatan PWA betul-betul hanya dipergunakan untuk hal di atas dan dibuatkan aturan dan mekanisme secara detail dan transparan dengan mengoptimalisasi teknologi digital agar bisa dibaca semua yang mendonor termasuk pemakaiannya.
“Dan juga sebagai pertanggungjawaban semua frontliner pariwisata saat menjelaskan lebih lanjut menjadi pasti agar sistem digital yang dipakai adalah in time presentation sehingga semua stakeholder pariwisata dan wisatawan asing bisa tahu apa progres pungutan dan pemanfaatan yang sudah dipertanggungjawabkan dan accountable,” ujarnya.
Mengingat semua PWA akan menjadi PAD, maka perlu adanya aturan dan mekanisme pemakaian yang disampaikan untuk ke tiga dinas yaitu Dinas Kebudayaan, Lingkungan Hidup dan Dinas PMA. Bahwa sudah masuk dalam perda yang akan disempurnakan dengan penambahan sanksi termasuk tata cara pemanfaatan mulai prioritas, proposal, alokasi, pengawasan dan pertanggung jawaban yang detail dan transparan dan accountable.
Untuk upah pungut yang masih menjadi kendala sebagai masukan bisa ditambahkan sebagai tambahan dana promosi termasuk sosialisasi keberhasilan PWA atas pelaksanaan Tri Hita Karana dari kontribusi pariwisata.
Secara nyata besarannya bisa saja di ambil 5-10% untuk alokasi di Dinas Pariwisata sehingga bisa dimanfaatkan secara terintegrasi dalam suatu koordinasi bersama-sama ke empat Dinas yang terkait THK. (Citta Maya/balipost)