WN Inggris, perampas truk dideportasi dari Bandara Ngurah Rai, Badung. (BP/Dokumentasi)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Pria berinisial DAAH (50), turis asal Inggris yang sempat membuat heboh warga Bali karena merampas truk dan merusak pintu portal Tol Bali Mandara dan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, dideportasi pihak Imigrasi Ngurah Rai.

Ada beberapa alasan pendeportasian tersebut. Salah satunya karena yang bersangkutan telah melanggar peraturan keimigrasian.

Pria yang merampas truk berpelat nomor AB 8084 BC milik Rahmawan Andrianto yang sedang parkir di depan toko, Jalan Raya Kerobokan, Kelurahan Kerobokan, itu juga mengalami kepribadian bipolar setelah kehabisan bekal selama tinggal di Bali.

Baca juga:  Satu Keluarga Asal Rusia Dideportasi

Dalam rilis, Kamis (25/7), Plh. Kepala Rumah Detensi Imigrasi Denpasar, Gravit Tovany Arezo menerangkan bahwa DAHH terakhir datang ke Indonesia pada 20 Mei 2024 melalui Bandara Ngurah Rai menggunakan Visa on Arrival dengan tujuan berwisata. Di Bali, dia mengaku tinggal di sebuah hotel di Jalan Sari Dewi, Seminyak, Kuta.

Berdasarkan surat permintaan deportasi yang dikeluarkan oleh Polsek Kuta Utara, DAHH mengaku menderita penyakit bipolar dan telah membawa obat yang cukup untuk satu minggu selama liburan di Bali. Akan tetapi saat tinggal di Bali, DAHH memiliki permasalahan dalam pembuatan visa untuk ke Australia.

Baca juga:  Perkembangan Teknologi Hadirkan Peluang Industri Telekomunikasi Berinovasi

Permasalahan yang berkelanjutan itu membuatnya kehabisan obat dan mulai berhalusinasi dan paranoid sehingga pada satu waktu ia memutuskan untuk pergi ke bandara. Namun tidak satupun taksi menerimanya karena kondisi DAHH yang tampak tidak stabil.

Akhirnya ia memutuskan mencuri truk untuk bisa sampai ke Bandara I Gusti Ngurah Rai. Akibat perbuatannya itu, pada 9 Juni 2024 ia ditangkap di area bandara selanjutnya ditahan di Polsek Kuta Utara selama 38 hari dan akhirnya diserahkan ke pihak Imigrasi Ngurah Rai pada 18 Juli 2024.

Baca juga:  Menghilang, Penampar Petugas Imigrasi Tiga Kali Gagal Divonis

Dikatakan Gravit, sesuai Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan dapat dilakukan paling lama enam bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama enam bulan. Namun demikian keputusan penangkalan lebih lanjut akan diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melihat dan mempertimbangkan seluruh kasusnya. (Miasa/balipost)

BAGIKAN