Ketut Chandra Adinata Kusuma. (BP/Istimewa)

Oleh Ketut Chandra Adinata Kusuma, S.Pd., M.Pd.

Sekitar akhir tahun 1999 hingga awal tahun 2000, anak-anak Indonesia selalu beraktivitas di luar rumah dengan memainkan beberapa permainan tradisional atau aktivitas olahraga lainnya secara bersama-sama dengan
nilai gotong royong yang sangat tinggi. Namun, setelah dunia ini masuk pada era revolusi industri 4.0, sulit melihat kondisi tersebut kembali.

Serba cepat dan praktis adalah salah satu ciri era revolusi industri 4.0. Masyarakat mendapatkan kemudahan dan efisiensi dengan pemanfaatan teknologi, seperti adanya ruang virtual yang digunakan dalam dunia pendidikan, sektor perdagangan, hingga “online game” yang tersedia untuk seluruh kalangan.

Dibutuhkan akses internet dan smartphone atau laptop saja, maka pekerjaan hingga bermain game online atau window shoping dapat mereka lakukan tanpa dibatasi ruang, tempat maupun waktu. Istilah tren saat ini seperti “mager” alias malas gerak telah menjadi atribut bagi masyarakat Indonesia.

Dilaporkan bahwa tingkat masyarakat berolahraga di tahun 2023 hanya 25,4%, yang artinya hanya 2 sampai 3 dari 10 orang Indonesia yang berolahraga (SDI, 2023).
Tren partisipasi ini menurun sejak tahun 2021 (28,6%), dan tahun 2022 (28,4%). Dapat dikatakan telah terjadi switching culture pada masyarakat Indonesia.

Implikasi dari perubahan tersebut adalah meningkatnya angka penderita metabolic syndrome. Metabolic syndrome didefinisikan sebagai sekumpulan kondisi yang terjadi secara bersamaan, meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, dan diabetes tipe 2. Kondisi-kondisi tersebut meliputi peningkatan tekanan darah,
kadar gula darah tinggi, kelebihan lemak tubuh di sekitar pinggang, dan kadar kolesterol atau trigliserida yang tidak normal.

Baca juga:  Kenapa Harus PPKM Lagi?

Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF), Indonesia menempati peringkat kelima di dunia dengan jumlah diabetes terbanyak di tahun 2021 (19,5 juta) dan diprediksi meningkat pada tahun 2045 (28,6 juta). Pada bulan Januari 2023, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) melaporkan bahwa hingga 31 Januari 2023 prevelensi kasus diabetes pada Anak Indonesia meningkat 70 kali lipat dibandingkan dengan jumlah kasus di tahun 2010.

Kemudian melihat data Usia Harapan Hidup (UHH) menurut World Bank, Jerman (80,90 tahun), Prancis (82,32 tahun), Jepang (84,34) dan Indonesia (75-77,5 tahun). Sehingga, butuh langkah strategis dan solutif yang sifatnya antisipatif (bukan reaktif) guna menghadapi dampak dari switching culture ini.

Langkah dimaksud dapat dibagi dalam dua aspek yakni aspek “proteksi dari dalam” dan “proteksi dari luar”. Protokol sehat proteksi dari dalam dimaksud adalah aksi atau siasat yang dilakukan oleh pribadi masing-masing seperti konsisten dalam berolahraga, mengatur pola makan, dan pola istirahat.

Baca juga:  Bedah Plastik sebagai Industri Pariwisata

Lakukan olahraga yang bertujuan untuk pengencangan otot jantung (cardio exercise), dan pengencangan otot rangka (body weight atau resistance training) secara
teratur, terstruktur, dan terukur. Bagi pemula, disarankan melakukan cardio exercise seperti berjalan 30 menit atau hingga 5.000 langkah perhari ataupun melakukan aktivitas bersepeda dengan target 60%-70% dari Heart Rate Maximal.

Aktiivtas pengencangan otot rangka dapat dimulai dari menggunakan berat tubuh sendiri sebagai beban (body weight training) seperti squat, lunges, calf raise, plank, push up, pull up. Aktivitas olahraga dianjurkan 3 hingga 4 kali dalam seminggu.

Mengatur pola makan diartikan sebagai bijaksana dalam mengelola makanan atau minuman yang masuk ke tubuh kita. Mulai dari kontrol karbohidrat, prioritaskan protein, dan selektif memilih lemak. Elemen penting dalam mengatur pola makan terdiri dari sumber, penyajian, timing, dan jumlah.

Sumber dimaksud adalah yang kaya serat dan alami. Dalam hal penyajian usahakan karbohidrat tidak “dikonsumsi sendiri”. Timing, berkaitan dengan waktu jendela makan kita (stop memasukan makanan di jam 7 malam, berbuka kembali jam 7 pagi).

Kemudian pola istirahat, akan bijaksana bila kita mampu konsisten tidur selama 7 jam (tidur tidak lewat dari jam 10 malam). Selama tidur di malam hari merupakan waktu bagi tubuh kita untuk melakukan regenerasi sel.

Baca juga:  Gotong Royong Perlu Dilestarikan

Sedangkan protokol sehat proteksi dari luar yang dimaksud adalah adanya intervensi dari pihak pemerintah ataupun lembaga swasta lainnya terhadap terciptanya iklim active life style bagi seluruh masyarakat. Ciptakan lebih banyak Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang dilengkapi fasilitas untuk cardio exercise maupun weight training yang nyaman.

Menyelenggarakan even-even olahraga yang sifatnya massal seperti Fun Run, Walk Together, Zumba Party, dan sejenisnya yang mampu menarik animo masyarakat untuk terlibat. Memberikan reward kepada pekerja atau
karyawan pemerintah maupun swasta, ataupun siswa yang memiliki tingkat kebugaran baik.

Belajar dari sebuah perusahaan di China yang memberikan insentif (bonus) kepada karyawannya yang memiliki kebugaran baik. Memang secara scientific sempat dilaporkan bahwa terdapat korelasi antara tingkat kebugaran dengan kualitas kerja (Suhada dkk. 2023) maupun dengan prestasi belajar siswa (Prastyawan & Pulungan, 2023).

Tidak kalah penting adalah melakukan regulasi produk makanan dan minuman kemasan yang di jual di pasaran, seperti memberikan “grade label” pada produk minuman terkait kadar kandungan gula maupun pajak yang dikenakannya. Dengan demikian, Indonesia akan mampu melakukan deselerasi pertumbuhan kasus metabolic syndrome di tengah perubahan zaman atau budaya saat ini.

Penulis, Dosen Prodi Pendidikan Kepelatihan Olahraga Undhiksa

 

BAGIKAN