DENPASAR, BALIPOST.com – Untuk menangani warga negara asing (WNA) yang berulah dan bermasalah di Bali, petugas Imigrasi mestinya jangan buru-buru lakukan deportasi. Jika ulah WNA termasuk dugaan pidana, penindakan melalui pengadilan diperlukan. Untuk itu, imigrasi diminta menjalin kerja sama dengan instansi lain, salah satunya kepolisian. Demikian diungkapkan pemerhati kebijakan publik, sekaligus advokat senior Dr. Togar Situmorang, Kamis (1/8).
Menurut Togar, Imigrasi perlu berkoordinasi dengan polisi untuk menelusuri apakah WNA tersebut bermasalah dengan hukum di Indonesia atau melanggar UU keimigrasian. “Imigrasi kan tugasnya untuk administrasi WNA keluar-masuk Indonesia. Namun, Imigrasi jangan juga terlalu mudah mendeportasi sejumlah WNA, khususnya warga Tiongkok, yang terlibat berbagai kasus di Bali tanpa diproses hukum terlebih dahulu,” tegas Togar Situmorang.
Dia berkomentar semacam itu karena Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kakanwilkumham) Bali, Pramella Y. Pasaribu, pernah menyebutkan bahwa sebelum dideportasi, para WNA yang melanggar aturan di Indonesia harus menjadi prioritas untuk diproses secara hukum. Menurut dia, upaya-upaya tersebut diharapkan dapat memastikan orang asing yang berada di Bali mematuhi peraturan. “Terpenting proses hukum dan deportasi menjadi sanksi bagi turis asing yang melanggar aturan,” tegasnya saat itu.
Togar mengungkapkan jika warga Tiongkok tersebut langsung dideportasi, tentu mereka tidak akan menjalani proses pidana di Indonesia, sebagaimana aturan yang berlaku. ”Padahal mereka melanggar hukum di Indonesia, walau mengecoh atau menipu korban-korbannya di luar negeri,” tambahnya.
Menurut dia, jika hanya menjalani proses administrasi keimigrasian belaka, praktis warga Tiongkok tersebut tidak tunduk terhadap hukum yang berlaku di Indonesia. Walau hanya menipu lewat dunia maya dengan para korban di luar negeri, maka WNA itu harus tetap tunduk pada hukum di Indonesia sesuai azas teritorial.
Togar menyindir sejumlah warga negara Tiongkok yang melanggar hukum tersebut seolah-olah mendapat perlakuan khusus (istimewa) dari aparat di Indonesia. Untuk itu, Togar mempersilakan aparat Imigrasi supaya membaca Pasal 2 KUHP dan Pasal 4 huruf A Undang-undang 1 Tahun 2023 yang baru (walau akan berlaku tahun 2026).
Dia menambahkan kalau WNA yang melanggar hukum secara langsung dideportasi tersebut, tanpa proses lebih lanjut, tentu melanggar prinsip teritorialitas, prinsip nasional aktif, prinsip nasional dan prinsip universalitas.
Togar juga mengimbau agar Imigrasi jangan dijadikan lahan subur oleh oknum-oknum tertentu dengan memasang tarif terhadap WNA yang bermasalah hukum di Indonesia. Dia juga tak mentolerir kalau ada oknum Imigrasi bermain mata dengan oknum di instansi lain. ”Proses deportasi WNA secara langsung, tak hanya tak memberi efek jera, namun juga menginjak-injak kedaulatan hukum Indonesia,” tandasnya.
Sebelumnya 103 warga Taiwan, yang digerebek di Vila Hati Indah di Penebel, Tabanan, dengan gampang dideportasi secara bertahap. Hasil penyelidikan petugas, 13 di antaranya terlibat tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan jaringan narkoba di negaranya. Selama di Bali, mereka berjualan secara e-commerce untuk penjualan di negara mereka. Begitu juga 10 warga Tiongkok yang terjaring pada 11 Juli 2024 di satu vila di Kutsel, Badung, dideportasi ke negara asalnya. Nama-nama mereka juga diusulkan masuk daftar penangkalan masuk wilayah Indonesia. (Suyadnyana/denpost)