Djoko Subinarto. (BP/Istimewa)

Oleh Djoko Subinarto

Kelangsungan hidup bahasa lokal seperti bahasa Bali tergantung pada berbagai faktor, termasuk dinamika budaya, sosial, politik, dan ekonomi. Itu dulu. Sekarang ditambah lagi dengan aspek teknologi. Maka, jika ada upaya sungguh-sungguh untuk melestarikan dan mempromosikan bahasa Bali melalui pendidikan, media, lembaga budaya, dan teknologi termutakhir, maka sudah barang tentu bahasa Bali bakal lebih mungkin mampu bertahan.

Ambil contoh, kebijakan pemerintah tentang penggunaan bahasa dan pendidikan dapat sangat mempengaruhi kelangsungan bahasa Bali. Sepanjang ada kebijakan yang mendukung pengajaran dan penggunaan bahasa Bali di sekolah, misalnya, hal ini turut dapat membantu mempertahankan Bahasa Bali. Namun, di sisi lain, peningkatan aktivitas urbanisasi dan globalisasi sering kali mengarah pada dominasi bahasa-bahasa utama, seperti bahasa Inggris atau bahasa nasional, yang dapat meminggirkan bahasa Bali.

Jika penutur bahasa Bali bermigrasi ke kawasan/wilayah di mana bahasa-bahasa non-Bali mendominasi, mungkin ada semacam tekanan bagi mereka untuk beralih ke bahasa bahasa non-Bali karena alasan ekonomi maupun sosial.

Dan seiring waktu, penutur bahasa Bali mungkin beralih ke bahasa yang lebih dominan karena berbagai alasan, termasuk peluang ekonomi, prestise yang terkait dengan bahasa dominan, atau karena terjadinya pernikahan antara penutur bahasa Bali dengan penutur bahasa non-Bali.

Baca juga:  Calonarang dan Pendekatan Tolak Bala

Bagaimana dengan kemajuan teknologi? Harus diakui teknologi dapat berperan dalam membantu atau malah menghambat pelestarian bahasa Bali. Di satu sisi, platform digital dan media sosial dapat digunakan dalam upaya untuk mempromosikan dan melestarikan bahasa Bali. Di sisi lain, dominasi bahasa tertentu di ranah digital justru dapat memarjinalisasi bahasa Bali.

Keberadaan platform digital dan media sosial, seperti YouTube, Facebook, X (dahulu Twitter), dan Instagram, misalnya, sesungguhnya memberikan ruang bagi penutur bahasa Bali untuk memasifkan penggunaan bahasa Bali sehingga
mendorong pelestarian bahasa ini. Seperti kita ketahui bersama, bisa dikatakan
media sosial sekarang ini telah ikut mendominasi kehidupan kita. Keberadaan beragam platform media sosial telah mengubah cara kita berinteraksi, berkomunikasi, dan juga berbagi informasi.

Sudah barang tentu, para pengguna media sosial dan sekaligus penutur bahasa Bali dapat membuat dan membagikan konten-konten dalam bahasa Bali melalui sejumlah platform media sosial. Ini dapat mencakup antara lain klip video, postingan teks, maupun informasi serta materi diskusi dalam bahasa Bali. Keberadaan platform-platform media sosial memungkinkan penyebaran
konten -konten berbahasa Bali dan juga yang bermuatan budaya Bali secara luas kepada khalayak global, termasuk para penutur bahasa Bali di perantauan, termasuk mancanegara.

Baca juga:  Modal LPD

Dalam konteks pembelajaran bahasa Bali, teknologi digital sejatinya
menawarkan berbagai sumber daya untuk belajar bahasa Bali dan budaya Bali.
Teknologi digital dapat memudahkan orang, terutama mereka yang berada di luar
wilayah tradisional penutur bahasa Bali, untuk mempelajari bahasa Bali dan budaya Bali. Tinggal bagaimana warga Bali sendiri, khususnya para pegiat bahasa dan budaya Bali mau dan mampu memanfaatkan kemajuan teknologi digital seka-
rang ini untuk mempromosikan bahasa Bali dan budaya Bali. Termasuk, misalnya, memanfaatkan teknologi digital dalam upaya pelestarian dan digitalisasi teks, rekaman, dan artefak terkait budaya Bali.

Tantangan Bahasa Bali

Dewasa ini, di ranah digital, beberapa bahasa seperti bahasa Inggris, atau juga bahasa nasional, bisa dibilang mendominasi karena penggunaannya yang luas. Dominasi semacam itu dapat menyebabkan berkurangnya dukungan dan
peluang bagi bahasa-bahasa lokal seperti bahasa Bali untuk lebih berkembang di ranah digital. Konten-konten dalam bahasa Bali mungkin saja kalah rating dan ranking oleh konten-konten dalam bahasa dominan, sehingga sukar bagi para
penutur bahasa Bali untuk menemukan dan bahkan terlibat dengan materi-materi berbahasa Bali yang relevan di ranah digital.

Baca juga:  Menghapus UN dan Orientasi Pendidikan

Di saat yang sama, peningkatan paparan terhadap bahasa dominan melalui media digital dapat ikut pula mempercepat pergeseran bahasa di antara penutur bahasa Bali itu sendiri, terutama generasi-generasi yang lebih belia. Jika anak-anak
Bali cenderung mengkonsumsi konten-konten dalam bahasa dominan secara daring, mereka dapat saja secara bertahap beralih dari penggunaan bahasa Bali dalam kehidupan sehari-hari mereka, yang ujungnya bisa mengarah pada penurunan frekuensi penggunaannya.

Pada akhirnya, kendati teknologi digital menawarkan peluang berharga untuk mempromosikan dan melestarikan bahasa dan budaya Bali, harus diakui ia juga
menimbulkan tantangan karena dominasi bahasa utama dan juga adanya hambatan-hambatan teknologi. Upaya untuk memanfaatkan teknologi
untuk pelestarian bahasa Bali harus disertai dengan inisiatif dan kreatifitas yang lebih luas dalam menciptakan beragam konten berbahasa Bali dan bermuatan budaya Bali, yang dibarengi pula dengan upaya-upaya untuk mengatasi tantangan teknologi demi memastikan inklusivitas masyarakat penutur bahasa Bali dalam dunia yang kian terdigitalisasi.

Penulis, Kolumnis dan Bloger

BAGIKAN