MANGUPURA, BALIPOST.com – Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) Provinsi Bali terus mengalami penurunan. Perhatian Pemprov Bali terhadap keberadaan Komisi Informasi di Bali juga masih rendah, terbukti dari minimnya sarana dan prasarana pendukung operasional Komisi Informasi Provinsi Bali.
Hal tersebut terungkap pada Focus Group Discussion (FGD) Penyusunan Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) di Kuta, Selasa (6/8).
Komisioner KI Pusat RI, Rospita Vici Paulyn, memaparkan, IKIP mencakup komitmen pemerintah provinsi dan kabupaten, dukungan terhadap keterbukaan informasi. Selain itu yang terpenting, yakni apakah ada perlindungan hukum bagi pelapor yang melaporkan tentang sulitnya mendapatkan akses informasi publik dari instansi pemerintah.
Terkait Nilai IKIP di Bali sendiri dalam beberapa tahun terakhir memang sedikit penurunan. Seperti di tahun 2021, nilai IKIP Bali mencapai 83,15 (kategori baik) dan turun menjadi 82,15 pada tahun 2022. Kemudian turun lagi menjadi 81,86 pada tahun 2023.
Penurunan ini terjadi pada berbagai dimensi. Seperti dimensi politik yang turun dari 82,41 pada tahun 2021 menjadi 82,16 pada tahun 2023. Diimensi ekonomi turun dari 82,03 pada tahun 2021 menjadi 81,84 pada tahun 2023 serta dimensi hukum yang turun dari 85,13 pada tahun 2021 menjadi 81,03 pada tahun 2023.
Ketua Komisi Informasi Bali I Made Agus Wirajaya di sela-sela kegiatan, mengungkapkan adanya beberapa tantangan dalam pelaksanaan keterbukaan informasi publik di Bali. Seperti dari sisi anggaran yang walau dari setiap tahun meningkat, tetapi dukungan sarana prasarana masih kurang. Dicontohkannya kendaraan untuk operasional, hanya satu.
“Ini sangat penting karena Komisioner melakukan edukasi ke badan publik maupun masyarakat dan memerlukan dukungan dari pemerintah,” ucapnya
Ia mengungkapkan kalau jumlah sengketa keterbukaan informasi di Bali relatif sedikit. Meski demikian hal ini diakuinya tidak selalu berarti positif. Sebab bisa saja masyarakat belum memahami hak mereka tentang informasi atau cara mengakses informasi tersebut. “Jika ada hambatan memperoleh informasi, masyarakat harus tahu ada lembaga tempat mengadu. Ini yang perlu disosialisasikan,” ujarnya.
Dia juga menegaskan, informasi publik harus bermanfaat dan mudah diakses, cepat, serta murah. Dia mengambil contoh sederhana, tentang lapangan pekerjaan. “Setiap tahun ada lulusan SMK yang mencari pekerjaan. Apakah tersedia informasi soal lapangan pekerjaan untuk mereka? Informasi yang praktis seperti ini bermanfaat,” tegasnya.
Sementara itu, Anggota Tim Ahli IKIP 2024 Fransiskus Surdiasis mengungkapkan IKIP ini bertujuan agar mendapatkan gambaran faktual tentang keadaan keterbukaan informasi di berbagai provinsi.
Gambaran faktual itu didapatkan dari penilaian para informan ahli dan bersumber pada pemahaman tentang situasi keterbukaan informasi yang merujuk pada data dan fakta terkait keterbukaan informasi. (Nyoman Winata/balipost)