Prof. Ratminingsih. (BP/Istimewa)

Oleh Prof. Dr. Ni Made Ratminingsih, M.A

Lomba gerak jalan sudah cukup lama dilaksanakan di beberapa daerah tak terkecuali di Bali. Gerak jalan tampaknya masih populer untuk diselenggarakan, meski dalam beberapa tahun sejak pandemi sudah tidak dilaksanakan.

Kegiatan ini tampaknya menjadi salah satu ajang lomba yang bergengsi. Itu sebabnya banyak sekolah mulai tingkat SD sampai dengan perguruan tinggi turut serta berpartisipasi dalam rangka memperingati hari besar nasional seperti Hari Kemerdekaan.

Tujuan utama dari kegiatan lomba ini salah satunya adalah untuk menumbuhkan rasa nasionalisme generasi muda, sebagai penerus bangsa. Mereka bersatu padu dalam keselarasan menunjukkan
kekompakan dalam kesatuan barisan untuk merepresentasikan rasa bangga dan cinta tanah air.

Hal ini bisa dibuktikan dari saat latihan, meski mereka harus latihan di siang hari yang terik, mereka tetap memastikan langkah tegap meski harus kepanasan
dan berkeringat.

Baca juga:  “Sugihan Anak Jawa”

Namun, fenomena yang terjadi adalah dalam proses latihan sebagai persiapan lomba, banyak tim gerak jalan berlatih di jalan raya. Mereka berlatih sekitar 2 minggu dan menghabiskan waktu beberapa jam menggunakan jalan raya sebagai tempat latihan.

Hal ini berdampak pada gangguan lalulintas, yaitu kemacetan di jalan raya, karena tim gerak jalan tersebut menggunakan setengah badan jalan raya dalam berlatih. Hal ini sering memicu kekesalan pengguna jalan raya. Mereka harus memperlambat kendaraannya, sehingga waktu tempuh unuk mencapai tujuan menjadi
lebih lama, dan dapat menyebabkan keterlambatan menuju ke tempat kerja.

Belum lagi, orangtua yang memiliki anak yang turut serta dalam tim gerak jalan sesungguhnya juga mengkhawatirkan anak mereka latihan di jalan umum, yang padat kendaraan. Memang sudah ada guru atau pengantar yang bertanggung jawab, namun yang namanya latihan di jalan raya pasti ada risiko karena ada kendaraan yang lalu lalang.

Baca juga:  TNI, Pancasila, dan Nasionalisme

Dalam hal ini pemerintah daerah mestinya membuat regulasi agar kegiatan latihan gerak jalan dapat dimaksimalkan tanpa menganggu lalu lintas. Latihan sebaiknya dilakukan di lapangan atau stadion terdekat dengan letak sekolah, hal ini akan jauh lebih aman bagi peserta.

Apalagi untuk tim yang terdiri atas anak-anak SD. Mereka yang masih perlu banyak dibimbing dan diarahkan akan jauh lebih aman bila latihan dipusatkan di lapangan atau stadion yang tidak ada kendaraan lalu lalang. Bila pun harus menggunakan jalan raya, sebaiknya menggunakan jalan-jalan yang sepi pengguna
kendaraan, bukan di jalan protokoler, yang bising berbagai kendaraan besar.

Yang lebih penting, memupuk rasa nasionalisme dapat dilakukan dengan berbagai cara lainnya yang lebih terhormat dan tidak mengganggu lalu lintas. Hal ini bisa dilakukan melalui usaha berpartisipasi dan berprestasi di berbagai kompetisi ajang regional, nasional dan internasional seperti lomba di suatu cabang olahraga,
karya inovatif teknologi, kegiatan akademik lomba Sain dan Matematika seperti dalam olimpiade.

Baca juga:  Peserta Gerak Jalan Pingsan saat Lomba

Selain itu, rasa nasionalisme juga bisa ditunjukkan dengan mencintai seni budaya dan turut serta melestarikannya. Misalnya dari kecil sudah berpartisipasi dalam kegiatan seni budaya dan kemudian berprestasi mengharumkan nama bangsa di ajang nasional dan dunia internasional melalui seni budaya.

Mari kita pupuk semangat nasionalisme dengan lebih berpartisipasi dan berprestasi pada ajang-ajang bergengsi, sehingga kita dapat mengharumkan nama bangsa Indonesia. Dirgahayu Republik Indonesia yang
ke-79, semoga Indonesia semakin maju dan beradab.

Penulis, Dosen Prodi Pendidikan Bahasa Inggris Undiksha

BAGIKAN