JAKARTA, BALIPOST.com – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menginginkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU-APBN) Tahun 2025 dilakukan secara konstruktif. Hal ini untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
“Besar harapan kami, pembahasan RAPBN 2025 dapat dilakukan secara konstruktif demi mewujudkan Indonesia maju, adil dan makmur sesuai visi Indonesia Emas 2045,” kata Presiden Joko Widodo dalam pidato penyampaian RUU APBN Tahun Anggaran 2025 dan Nota Keuangan pada Sidang Paripurna DPR RI Tahun Sidang 2024-2025 di Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, Jumat (16/8) dikutip dari Kantor Berita Antara.
Menurut Presiden dalam RAPBN Tahun 2025, belanja negara direncanakan sebesar Rp3.613,1 triliun. Terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp2.693,2 triliun, dan transfer ke pemerintah daerah sebesar Rp919,9 triliun.
Selanjutnya anggaran pendidikan sebesar Rp722,6 triliun, perlindungan sosial Rp504,7 triliun, anggaran kesehatan sebesar Rp197,8 triliun, anggaran ketahanan pangan Rp124,4 triliun, serta pembangunan infrastruktur Rp400,3 triliun.
Sementara untuk pendapatan negara pada tahun 2025 direncanakan sebesar Rp2.996,9 triliun yang terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp2.409,9 triliun, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp505,4 triliun.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa struktur perekonomian Indonesia telah mulai bergeser. Data triwulan I-2014 atau sebelum Jokowi menjabat, Pulau Jawa dan Sumatera mendominasi kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional, dengan Jawa memberikan kontribusi sebesar 58,52 persen dan Sumatera 23,88 persen.
Sementara itu, Kalimantan berkontribusi 8,45 persen, Sulawesi 4,72 persen, Bali dan Nusa Tenggara 2,48 persen. Kontribusi terkecil berasal dari kelompok provinsi di Pulau Maluku dan Papua, yakni sebesar 1,95 persen.
Menjelang akhir pemerintahan Jokowi, pada triwulan I-2024 menunjukkan meskipun Jawa masih menjadi kontributor terbesar terhadap PDB dengan persentase 57,70 persen, kontribusi Sumatera turun menjadi 21,85 persen, dan Kalimantan 8,19 persen.
Sebaliknya, kontribusi wilayah Indonesia tengah dan timur meningkat, dengan Sulawesi mencatatkan kontribusi sebesar 6,89 persen, Bali dan Nusa Tenggara 2,75 persen, serta Maluku dan Papua 2,62 persen. (kmb/balipost)