Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati. (BP/Dokumen)

DENPASAR, BALIPOST.com – Ketua PHRI Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati mengingatkan masyarakat bahwa pariwisata Bali adalah pariwisata yang berbasis budaya. Maka pembangunan kepariwisataan harus sesuai dengan budaya Bali.

Cok Ace panggilan akrabnya menyampaikan, payung besar dalam membangun pariwisata Bali sudah disepakati adalah pariwisata yang berbasis budaya. Menurutnya, usulan pembangunan kasino, jauh melenceng dari konsep budaya Bali.

“Kalau tidak mari kita bangkitkan, apa yang menjadi potensi dan kekuatan kita. Saya khawatir ketika keluar dari kekuatan dan potensi yang dimiliki, dalam hal ini budaya, saya khawatir kita akan terpancing, bahwa suatu pertarungan yang tidak kita kuasai. Sekarang kita membangun suatu potensi yang berbasis teknologi, dan sebagainya. Apa kita bisa bertahan dan selama- lamanya akan bertarung dengan negara besar yang berbasis teknologi?” bebernya.

Baca juga:  Jangan Paksakan Bali Terapkan Pariwisata Halal

Menurutnya hal ini yang harus disadarkan. Bali memiliki kekuatan budaya maka harus dirawat pohon budaya ini agar Bali menjadi semakin menarik. “Jangan kita terjebak pada pancingan-pancingan kapitalisasi,” tandasnya.

Dengan alasan pemerataan ekonomi, kasino menjadi sah dibangun. Namun menurutnya, apa yang tidak merata? Yang tidak merata menurutnya di Bali hanya masalah infrastruktur saja.

“Kalau kita mau membangun Bali utara, tinggal membangun jalan, kemudian membuatkan spot spot di Bali utara termasuk rencana pembangunan airport,” tegasnya.

PHRI Bali secara tegas menilai, usulan pembangunan kasino tidak sejalan dengan konsep pariwisata budaya Bali. “Sekarang saya masih menolak (pembangunan kasino), karena pariwisata berkualitas dan berkelanjutan adalah memberikan dampak positif kepada masyarakat Bali. Bukan berarti dengan wisman membawa uang banyak tapi meminta yang aneh -aneh di Bali dan masyarakat Bali tidak bisa menyiapkan. Kita harus kembali lagi pembangunan itu untuk siapa sebenarnya, kan untuk masyarakat Bali,” tandasnya.

Baca juga:  Perahu Terbalik, 10 Penumpang Tercebur ke Laut

Gempuran siber, banyaknya wisman yang berlaku tidak sesuai norma dan etika orang timur khususnya Bali, menjadi tantangan Bali ke depan. Di samping saat ini ada perizinan dengan sistem OSS, adalah hal yang perlu dicermati dan evaluasi bersama.

Ia berharap masyarakat Bali tidak hanya menjadi obyek tapi menjadi subyek pembangunan. Untuk itu masyarakat Bali diajak ikut mengawal pembangunan yang berlangsung, dalam pelaksanaan dan pembangunan kepariwisataan, masyarakat diharapkan ikut berinteraksi dan hilirnya ikut menikmati hasilnya.

Baca juga:  Estepers dan EEC Gelar ITO 2018, Pariwisata Harus Dikelola Serius dan Mensejahterakan

Masalah pemerataan pariwisata yang selalu dikambinghitamkan dengan Bali telah overtourism, menurutnya hal itu terjadi di Bali selatan. Namun jika melihat luas pulau Bali, 5.300 meter persegi, masih banyak spot yang belum dijangkau oleh pariwisata.

Untuk pembangunan pariwisata Bali ke depan, Pungutan Wisatawan Asing (PWA) masih perlu dilakukan. Karena sudah menjadi kesepakatan bersama dan juga wisman tidak berkeberatan.

Namun yang sudah berjalan saat ini adalah terkendala di proses pemungutan. “Sehingga target kita tidak pasang terlalu tinggi tapi sesuaikan dengan kondisi di lapangan,” tandasnya. (Citta Maya/balipost)

BAGIKAN