NEGARA, BALIPOST.com – Desa Adat Manistutu yang merupakan salah satu desa adat di Bali bagian barat di Kecamatan Melaya, Jembrana berupaya menjaga kelestarian dan keselarasan dengan alam. Selain menjaga hulu sebagai sumber kehidupan, desa adat berupaya menjaga kelestarian lingkungan dengan melindungi satwa yang dimiliki agar tetap lestari.

Di wilayah desa ini memiliki Bendungan Benel yang berfungsi sebagai sumber air, baik untuk air minum maupun irigasi pada sejumlah subak di Kecamatan Negara dan Melaya. Kelestarian green belt bendungan yang berada di pinggir hutan sangat penting. Termasuk sejumlah parahyangan seperti Pura Pegubugan yang disungsung 10 subak di Kecamatan Melaya dan Negara.

Bendesa Adat Manistutu, Wayan Reden mengatakan Pura Ulun Pegubugan berada di puncak hutan, tepat di atas batu besar pertemuan Sungai Tukadaya dan Sungai Manistutu. Pura ini disungsung 10 subak dan kini tetap dilestarikan dengan penataan dan mempertahankan suasana hutan yang asri.

Baca juga:  Kembangkan Pariwisata, Desa Adat Ambengan Kolaborasi dengan Pokdarwis

Dengan nuansa yang masih sangat asri dan sejuk di perbukitan, pamedek dapat melintasi jalan di pinggir Bendungan Benel, menyeberangi sungai dan jalan setapak dengan pepohonan yang rindang.

Para pamedek yang tangkil ke Pura Pegubugan ini selain dari subak, juga dari luar subak untuk sembahyang dan malukat di sungai. Dengan aliran air dari pertemuan dua sungai di bawah batu besar, pamedek dapat merasakan aura spiritual. Ditambah dengan suasana yang sepi dan asri, di antara pepohonan tinggi dan batu-batu besar.

Baca juga:  Kewirausahaan Versi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali”

Konon menurut para penglingsir, pura ini dibangun setelah berakhirnya wabah pada tanaman padi di subak-subak di sekitar Negara dan Melaya. Saat terjadi bencana paceklik pada padi itu, penglingsir mendapatkan bisikan untuk ngaturang bakti di ujung hulu hutan yang merupakan campuhan atau pertemuan aliran sungai.

Dan ditemukan lah pertemuan dua aliran sungai yang mengapit batu besar dan tinggi. Gemuruh dari derasnya aliran dua sungai yang bertemu itu terdengar sangat keras, dan disebut gubug.

Setelah dihaturkan, bencana atau serangan wabah yang dialami bisa berakhir. Sejak saat itulah sepakat membangun Pura tepat di puncak batu besar tersebut. Dan hingga kini, Pura Pegubugan disungsung 10 subak di sekitar Manistutu dan Negara.

Baca juga:  Pelaku Joged Bumbung Seksual Perlu Ditindak

Desa Adat Manistutu untuk menjaga keasrian kawasan hutan dan aliran sungai dari hulu itu juga membuat perarem larangan berburu satwa. Baik itu burung, kera dan satwa lain di sekitar green belt Bendungan Benel. Selain itu untuk aliran sungai, juga terdapat larangan berburu ikan wader sisik pelangi yang merupakan satwa endemik Manistutu.

Ikan Wader ini sering ditemui di aliran sungai dari hulu hingga di hilir desa. Masyarakat meyakini bila di aliran sungai tersebut hidup gerombolan ikan wader atau disebut be nyalian, maka diyakini air di aliran sungai itu jernih aman untuk diminum atau terhindar dari pencemaran. (Surya Dharma/balipost)

Tonton selengkapnya di video

BAGIKAN